REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebanyak 35 kapal pencuri ikan berhasil ditenggelamkan oleh jajaran TNI AL bekerja sama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), dan Satuan Polairud Polri, Rabu (20/5). Penenggelaman kapal itu pun sudah didasarkan kepada keputusan hukum tetap yang diputuskan oleh Pengadilan Negeri setempat.
Penenggelaman 35 kapal pencuri ikan itu dilakukan secara bersamaan di lima tempat berbeda, yaitu 15 kapal di Bitung, Sulawesi Utara, menyebutkan, 15 kapal di wilayah perairan Bitung, Sulawesi Utara, 17 kapal di perairan Ranai, Kepulauan Natuna, satu kapal di Belawan, Medan, satu kapal lagi di Lhoksumawe, Nangroe Aceh Darussalam, dan satu kapal berikutnya di Tanjung Balai, Asahan, Sumatera Utara. Proses penenggelaman kapal itu diawali dengan peledakan oleh sejumlah Komando Pasukan Katak (Kopaska) TNI AL.
Kepala Dinas Penerangan (Kadispen) TNI AL, Laksamana Pertama TNI Manahan Simorangkir, memastikan, semua kapal-kapal itu telah mendapatkan penetapan dari pengadilan dan sudah bisa dimusnahkan atau ditenggelamkan. Penenggelaman itu, lanjut Manahan, adalah bagian dari proses hukum yang berlaku di Indonesia, khususnya dalam penegakan hukum di laut.
Penenggalaman kapal itu pun sudah memiliki payung hukum yang jelas, yaitu Pasal 69 Ayat 4 UU Perikanan No.45 tahun 2009 tentang perubahan atas Undang-Undang nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan. Kejelasana payung hukum ini pun diharapkan bisa menghindari kontroversi terkait penenggalaman kapal asing tersebut. ''Benda dan/atau alat yang digunakan dalam dan/atau yang dihasilkan dari tindak pidana perikanan dapat dirampas atau dimusnahkan setelah mendapat persetujuan Ketua Pengadilan Negeri,'' ujar Manahan dalam keterangan tertulis yang diterima Republika, Rabu (20/5).