REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -— Menanggapi temuan beras sintetis yang diduga berbahan plastik menunjukkan pemerintah lagi-lagi lengah menjaga keamanan pangan masyarakat. Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Winarno Tohir mengatakan petani lokal bahkan sudah bisa menyediakan beras yang aman dikonsumsi masyarakat.
“Pintu masuk kita kan banyak, jadi beras-beras semacam begitu diduga masuk melalui jalur illegal,” kata Winarno dihubungi pada Rabu (20/5).
Dikatakannya, wacana soal beras sintetis sudaha ada sejak lama, di mana bahan dasar beras buatan tersebut dari bahan jagung, ubi atau sagu, yang tentunya tidak berbahaya. Sejumlah petani Indonesia pun sudah ada yang memproduksi beras sintetis dengan bahan pangan non plastik untuk kebutuhan kesehatan ataupun variasi makanan. Namun, harganya memang jauh lebih mahal dengan beras normal akrena biaya produksinya yang tinggi.
“Jika beras biasa Rp 7.300, maka beras sintetis produksi petani kita bisa sampai Rp 8.500,” katanya.
Maka dari itu, ketika datang beras dari Negara luar yang mana ia berstatus impor ataupun sintetis, pun harganya murah, maka akan menjatuhkan pasar beras produksi dalam negeri. Apalagi jika berbahaya, bukan hanya petani yang rugi, tapi masyarakat luas yang merupakan konsumen pun jadi terancam kesehatannya.
Maka dari itu, meski beras sintetis yang diduga berbahan plastik masih dalam uji laboratorium lebih lanjut, pemerintah harus serius mencegah peredarannya lebih luas lagi. Hukuman seberat-beratnya harus dijatuhkan dan ditegaskan kepada pelaku. Ia bahkan meminta kalau bisa agar impor beras dalam bentuk apapun ditutup saja, entah beras biasa ataupun beras khusus. Adapun penugasan pengadaan beras sepenuhnya dipercayakan saja kepada petani nasional, dengan syarat ada dukungan dan jaminan kesejahteraan buat petani.