REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Utama BPJS Kesehatan Fahmi Idris mengatakan, untuk daerah terpencil, tertinggal, dan terluar seperti di perbatasan yang misalnya tidak ada fasilitas kesehatan seperti puskesmas, maka kompensasi yang diberikan kepada peserta BPJS Kesehatan dalam bentuk uang tunai untuk berobat.
"Daerah terpencil itu misalnya seperti di Kepulauan Natuna. Walaupun kebanyakan daerah terpencil dan tertinggal ada di Indonesia Timur, namun di Indonesia Barat juga ada," katanya Senin, (11/5).
Namun, kata Fahmi, pemberian kompensasi dalam bentuk uang tunai itu tidak menyelesaikan masalah. Sebab yang dibutuhkan masyarakat adalah fasilitas kesehatan untuk berobat saat sakit.
Makanya, ujar dia, jumlah fasilitas kesehatan harus ditingkatkan. Ini merupakan tanggung jawab pemerintah, masyarakat membeli pelayanan kesehatan, maka tempat pelayanan kesehatan tersebut harus ada.
Saat ini, terang Fahmi, pertumbuhan peserta BPJS lebih cepat dari pada fasilitas kesehatan yang tersedia. "Ini artinya sosialisasi yang dilakukan BPJS Kesehatan cukup masif."
Jumlah peserta BPJS Kesehatan tak pernah turun. Namun sayangnya pertumbuhan fasilitas kesehatan tidak mampu mengikuti pertumbuhan jumlah peserta BPJS Kesehatan.
"Ada fasilitas kesehatan yang jumlah pesertanya menumpuk. Namun ada juga fasilitas kesehatan yang jumlah pesertanya kurang."
Namun BPJS tidak boleh membangun rumah sakit dan klinik. Makanya BPJS Kesehatan hanya bisa meminta agar pemerintah daerah memiliki kesadaran untuk menyediakan fasilitas kesehatan bagi warganya.
Kepala Departemen Humas BPJS Kesehatan Irfan Humaidi menambahkan, jumlah peserta BPJS Kesehatan 2014 sebanyak 133,4 juta. Sekarang peserta BPJS Kesehatan sebanyak 143 juta.
"Pertumbuhan peserta BPJS Kesehatan sebanyak 2 juta per bulan rata-rata. Sedangkan pertumbuhan fasilitas kesehatan seperti rumah sakit sebanyak 20 rumah sakit per bulan," kata dia.