REPUBLIKA.CO.ID, PALEMBANG -- Direktur Eksekutif Women's Crisis Center (WCC) Palembang, Yeni Roslaini Izi menilai perkembangan teknologi saat ini, ikut mendorong maraknya praktik prostitusi online.
"Prostitusi online ada seiring perkembangan zaman. Ketika teknologi IT berkembang pesat, mereka yang terlibat dalam prostitusi pun memanfaatkan teknologi ini. Dengan prostitusi online selain rahasia pribadi para pelakunya terlindungi, juga efektif dan efisien dari sisi waktu," jelasnya, Senin (11/5).
Selain itu, menurutnya prostitusi online juga ikut menaikan tarif transaksi diantara pelakunya.
"Karena menggunakan perangkat teknologi yang canggih tarifnya pun ikut menjadi mahal. Juga untuk transaksi pun tidak butuh waktu lama, apa lagi mereka yang terlibat dalam transaksi prostitusi online ini adalah orang-orang yang sibuk," katanya.
Tarif yang mahal tersebut dalam prostitusi online menurut Yeni juga terjadi karena pelakunya adalah mereka yang berlabel artis sehingga itu pun ikut mendorong tarif yang mahal untuk sekali kencan.
"Prostitusi online menjadi pilihan adalah untuk rahasia laki-laki yang menjadi pemesan dan menjaga image artis sebagai publik figur," ujar aktivis perempuan yang kerap mendampingi perempuan yang jadi korban kekerasan dan terjerumus ke prostitusi.
Direktur WCC yang kerap mendampingi perempuan atau remaja yang terjerumus ke prostitusi menjelaskan, dari beberapa kasus prostitusi yang melibatkan remaja yang pernah ditangani, para remaja tersebut melakukan prostitusi bukan karena dorongan kemiskinan atau karena mereka tidak makan.
"Para remaja korban prostitusi yang kami dampingi ada pelajar dan mahasiswi. Mereka ini menjalani prostitusi bukan karena keluarganya tidak mampu, buktinya mereka bisa sekolah dan kuliah," katanya.
"Mereka melakukannya karena terdorong oleh kebutuhan akan gaya hidup, seperti karena ingin pakaian model terbaru atau gadget terbaru. Untuk mendapat itu mereka terjebak dalam prostitusi," ujarnya menambahkan.
Dari kasus yang ditangani WCC, remaja yang terjebak prostitusi awalnya karena diberi iming-iming berbagai fasilitas gaya hidup yang mereka lihat dari tayangan di televisi.
Mereka menurut Yeni, ingin memiliki fasilitas tersebut, kemudian dirayu, sampai akhirnya terjadi hubungan suami isteri.