REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sosiolog Universitas Indonesia (UI) Dr. Drs. Ricardi S. Adnan, M.Si mengungkapkan dirinya tidak terlalu optimis kasus prostitusi yang melibatkan kalangan artis bisa diatasi hingga tuntas.
Sebab, lanjut dia, kadang-kadang petugas terjebak dengan projek lain yang lebih baru, entah itu berkaitan dengan isu politik atau pun isu-isu lainnya. Kasus penangkapan Mucikari RA contohnya, merupakan lanjutan dari kasus Deudeuh yang meninggal di Tebet beberapa waktu lalu.
Tetapi, lanjut Ricardi, stelah isu itu hilang dan berganti isu yang lain, bisa jadi pencarian mucikari lainnya yang terlibat tidak dilanjutkan.
“Karena ada triggernya dan menjadi perhatian publik. Tapi, setelah isu itu hilang, saya tidak terlalu optimis, karena ini berkaitan dengan perhatian publik,” kata Ricardi saat dihubungi Republika Online, Ahad (10/5) malam.
Pada Sabtu (9/5) dini hari, petugas Polres Jaksel menangkap tangan RA dan seorang perempuan berinisial AA di sebuah hotel bintang lima. RA dikenal sebagai mucikari dari prostitusi kelas kakap.
RA mematok harga minimal Rp 80 juta sampai Rp 200 juta terhadap satu perempuan penghibur. Harga itu untuk pelayanan singkat atau short time dengan durasi tiga jam. Selain mematok harga yang fantastis, RA dan para perempuannya hanya menerima pelayanan di hotel berbintang.
Saat ini pihak Polres Jakarta Selatan masih menyelidiki kasus prostitusi ini. Polres masih mengembangkan kasus untuk mengungkap jaringan yang lebih besar.