REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR -- Pengamat Politik Universitas Hasanuddin (Unhas), Makassar Dr Jayadi Nas mengatakan Komisi Pemilihan Umum seharusnya melakukan akreditasi terhadap lembaga survei. Ini meliat kondisi menjamurnya lembaga tersebut menjelang pemilihan kepala daerah serentak.
"Sekarang ini memang semakin banyak lembaga survei yang bermunculan dan ini akan terus terjadi jika pemilihan kepala daerah akan dilaksanakan," ujarnya di Makassar, Ahad (10/5).
Jayadi Nas mengatakan, survei politik kini telah berkembang menjadi bisnis yang memiliki prospek cerah. Sebab itu tidak heran jika setiap menjelang Pilkada seperti tahun ini, banyak lembaga survei dadakan mulai bermunculan.
Mantan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sulsel ini menyebutkan, keberadaan lembaga survei memang sangat membantu para calon dalam mengukur elektabilitas dan popularitasnya. Meski begitu, lanjut Jayadi, para calon juga harus selektif dalam memilih lembaga survei. Jangan sampai justru hanya mendapatkan hasil survei palsu saja.
"Maksud saya, jangan sampai lembaga survei justru hanya ingin menyenangkan pemesannya. Jangan terjebak lembaga survei abal-abalan yang tidak memiliki indikator. Sebaiknya, lembaga survei ini tetap pada independesinya," katanya.
Terkait hal tersebut, Jayadi menyarankan KPU menerbitkan status akreditasi untuk lembaga survei. Ini penting agar masyarakat tidak dibuat bingung dengan banyaknya lembaga survei tersebut.
"Seharusnya KPU sebagai penyelenggara pemilu mengakreditasi semua lembaga survei. Hal ini perlu demi menjaga kenyamanan masyarakat mengenai hasil pemilihan kepala daerah (Pilkada) nantinya," tuturnya.
Akreditasi, lanjut Jayadi, menyertakan syarat-syarat yang harus dipenuhi lembaga survei dan diverifikasi penyelenggara pemilu. Misalnya, berapa lama lembaga survei itu berdiri, bagaimana kredibilitas mereka terhadap hasil, dan apakah hasilnya menimbulkan kontroversi atau tidak. Selanjutnya, ada berapa jumlah akademisi non partisan yang terlibat di dalamnya dan syarat-syarat lainnya.