REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Sama seperti Pangalengan, Kawasan Bandung Utara (KBU) juga dinilai rawan longsor. Karena itu, pembangunan di kawasan tersebut mesti memperhatikan aspek lingkungan.
Menurut Kepala Sub Bagian Perencanaan badan Geologi ESDM, Joko Parwata, secara topografi dan susunan tanah, wilayah KBU sangat mirip dengan Pangalengan. Jadi, keduanya punya potensi kerentanan tanah yang sama.
"KBU sama dengan Pangalengan, sangat rentan dengan gerakan tanah," ujar Joko kepada wartawan.
Melihat kondisi tersebut, Purwata meminta agar pembangunan di KBU mesti memperhatikan aspek lingkungan. Pemerintah daerah dilarang sembarangan mengeluarkan izin pembangunan di kawasan tersebut. Berbeda dengan kawasan lainnya, kata Joko, KBU mesti mendapat perlakuan khusus. Apalagi, wilayah ini punya kemiringan lereng yang cukup terjal.
Meski kondisinya rawan longsor, kata Purwata, bukan berarti tidak boleh ada pembangunan di KBU. Jika ada investor yang akan melakukan pembangunan, maka mesti memperhatikan aspek lingkungan. Di antaranya, soal struktur dan design bangunan.
Selain itu, kata dia, KBU juga punya struktur tanah gembur yang berasal dari gunung berapi sehingga sangat rawan dengan pergerakan. Tingkat kerawanan meningkat jika terjadi hujan deras.
Terlebih jika dikawasan tersebut tidak ada pepohonan yang mampu menampung air hujan. Air akan memicu tanah menjadi jenuh. Lapisan batu di KBU hasil dari gunung vulkanik dan ditunjang dengan kemiringan maka membuatnya rawan pergerakan tanah.
"Peristiwa longsor rentan terjadi di musim penghujan," katanya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Walhi Dadan Ramdhan menilai kepedulian investor terhadap kebencanaan masih minim. Mereka, hanya memikirkan keuntungan tanpa memperhatikan dampak negatif dari pembangunan.
Hal ini, kata dia, terlihat dari kasus penyegelan paksa oleh Pemprov Jabar kepada para pengembang 'nakal'. Tercatat ada tiga apartemen yang ditutup untuk sementara waktu karena diduga tidak berizin.
Aspek lingkungan sering terabaikan, banyak pengembang properti yang tidak taat prosedur dan tidak memperhatikan dampak negatif.
"Selain longsor, terjadi juga hilangnya mata air," katanya.
Dadan melanjutkan, KBU sangat rentan karena masuk wilayah perbukitan. Kontur tanah di wilayah ini sangat labil dengan kemiringan 30 hingga 40 derajat.
Melihat kondisi tersebut, pemerintah daerah mesti aktif melakukan sosialisasi kepada masyarakat khususnya yang tinggal di daerah rawan longsor. Hasil mitigasi mesti disebarluaskan kepada masyarakat. Sejauh ini, Dadan menilai belum ada upaya maksmial dari Pemda.
"Mereka lambat untuk tanggap, padahal pemahaman warga soal longsor masih minim," tandasnya.