Sabtu 09 May 2015 04:01 WIB

Perbedaan Pendapat Jokowi-JK Soal Reshuffle Kabinet Disebut Aneh

Presiden Jokowi memberi sambutan sebelum membuka Kongres VII Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) di Jakarta, Senin (4/5).
Foto: Antara
Presiden Jokowi memberi sambutan sebelum membuka Kongres VII Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) di Jakarta, Senin (4/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma), Said Salahudin menilai perbedaan pernyataan antara Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla mengenai perombakan kabinet atau reshuffle, sebagai hal aneh. Bahkan, perbedaan pendapat itu seharusnya tidak terjadi.

"Saat Presiden baru mengatakan 'nanti dilihat', Wapres justru sudah nelompat dengan mengatakan 'akan segera'," kata Said Salahudin dihubungi di Jakarta, Jumat (8/5).

Said mengatakan dua pernyataan itu memberi sinyal sangat kuat perombakan kabinet benar-benar akan terjadi. Sebab, jika tidak ada rencana perombakan kabinet, keduanya pasti akan tegas menyatakan tidak ada.

Namun, Said menilai persoalan pentingnya bukanlah isu perombakan kabinet itu sendiri, melainkan sikap JK yang memberikan pernyataan berbeda dengan Presiden Jokowi dan terkesan mendahului.

"Dalam perspektif tata negara saya melihat ada yang keliru dari sikap Wapres itu. Seharusnya tidak boleh Wapres mengambil posisi sebagai pihak yang seolah-olah menentukan reshuffle," tuturnya.

Said mengatakan Pasal 17 Ayat (2) UUD 1945 dengan tegas menentukan menteri-menteri diangkat dan diberhentikan presiden. Itu berarti perombakan kabinet adalah kewenangan presiden, bukan wapres.

"Itulah yang kita kenal sebagai hak prerogatif presiden yang didapatkan secara langsung dari konstitusi. Dalam sistem presidensial, posisi wapres murni hanya sebagai 'ban serep'. Jadi tidak tepat wapres mengambil peran yang bukan kewenangannya," katanya.

Said mengatakan perombakan kabinet adalah absolut kewenangan presiden. Sehingga perbedaan pernyataan dari wapres yang terkesan mendahului itu seharusnya tidak terjadi.

Wacana perombakan kabinet semakin menguat dan mendapat dukungan beberapa pihak, termasuk dari parlemen. Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah mendukung apabila Presiden Jokowi melakukan evaluasi dan perombakan Kabinet Kerja.

"Evaluasi tentunya harus dilakukan jika presiden menilai kinerja para menterinya tidak bisa berjalan sesuai yang diharapkan dan supaya pemerintahan bisa berjalan lebih efektif dan bermanfaat untuk terjadinya upaya perbaikan," ucap Fahri Hamzah.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement