REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhroh menilai revisi Undang-Undang (UU) Pilkada dan UU partai politik (Parpol) tidak tepat.
Ia pun mengatakan dibanding harus merevisi UU, Parpol yang bersengketa sebaiknya bisa duduk bersama dengan KPU dan Bawaslu terkait nasib mereka.
"Sebaiknya partai yang sedang berkonflik itu diusahakan untuk islah (damai)," katanya pada Republika, Kamis (7/5).
Menurutnya membaca realitas politik dan polemik Parpol baru-baru ini sangat krusial sifatnya. Krusial, ujar Siti, agar tidak ada Parpol yang merasa ditinggalkan dalam ajang Pilkada serentak pada Desember mendatang.
"Hal ini tentu harus menjadi pelajaran bagi Parpol yang berkonflik," katanya.
Karena walaupun ada revisi UU, lanjutnya, hal itu tidak menjamin akan ada dukungan bagi Parpol yang berpolemik.
Seperti diberitakan sebelumnya, DPR RI akan merevisi terbatas Undang-undang Pilkada demi mengakomodasi Parpol bersengketa bisa mengusung calon pada penyelenggaraan Pilkada serentak.
Hal ini karena diketahui PKPU tentang pencalonan Pilkada mengatur hanya akan menerima pendaftaran calon yang berasal dari Parpol kepengurusannya terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM.
Namun, kepengurusan itu menjadi objek sengketa, KPU akan menunggu sampai keluarnya keputusan Pengadilan berkekuatan tetap.