REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Ahmad Basarah menegaskan partainya menolak rencana revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2011 tentang Partai Politik dan UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah. Menurutnya, tak ada alasan yang berkaitan
"Saya belum melihat ada alasan yang mendesak menyangkut kepentingan umum dalam wacana revisi kedua UU tersebut," kata Basarah di Jakarta, Rabu (6/5).
Dia menjelaskan, dibentuk atau direvisinya sebuah peraturan perundang-undangan harus didasarkan atas kepentingan dan kebutuhan bangsa. Menurut dia, tidak bisa alasan dibentuk atau direvisinya UU hanya untuk kepentingan kelompok tertentu saja.
"Apabila revisi hanya untuk melayani kepentingan elit parpol yang sedang berkelahi, maka unsur alasan filosofis dibentuknya sebuah perundang-undangan tidak terpenuhi," ujarnya.
Dia menegaskan, posisi politik PDIP akan mendukung jika ditemukan alasan kepentingan masyarakat umum dalam revisi UU tersebut. Namun Basarah mengatakan apabila revisi itu tetap dipaksakan, akan menimbulkan dampak kekacauan hukum.
"Imbasnya (revisi dipaksakan) akan menimbulkan kekacauan hukum dalam sistem ketatanegaraan kita," katanya.
Sebelumnya Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon mengatakan DPR RI tetap meminta tiga rekomendasi Panitia Kerja Pilkada Komisi II DPR RI dimasukkan dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum.
"Kesimpulan Rapat Konsultasi, pertama DPR merekomendasikan hasil Panja Komisi II DPR RI harus dimasukkan di PKPU," kata Fadli di Gedung Nusantara III, Jakarta, Senin (4/5).
Hal itu disampaikan Fadli usai Rapat Konsultasi antara Pimpinan DPR, Pimpinan Komisi II, Pimpinan fraksi, komisioner KPU dan Kementerian Dalam Negeri di Ruang Rapat Pimpinan DPR RI, Jakarta.
Fadli menjelaskan kesimpulan kedua Rapat Konsultasi itu adalah DPR RI akan mencari jalan keluar untuk melakukan revisi Undang-Undang nomor 22 tahun 2011 tentang Parpol dan UU no 8 tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah. Kesimpulan ketiga menurut dia, DPR RI akan melakukan konsultasi dengan Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung.