REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia tengah menghadapi ancaman besar terkait gerakan radikalisme dan propaganda Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Pemerintah pun diminta cepat membuat langkah tepat untuk mengantisipasi masuknya ISIS di Indonesia, tapi tidak dengan cara represif.
Rektor UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, Prof Dr Dede Rosyada MA menjelaskan, gerakan radikalisme tidak bisa diselesaikan dengan cara refresif seperti yang dulu digunakan pemerintah Orde Baru. Sekarang, pemerintah dan negara harus hadir melindungi rakyatnya dari ancaman gerakan tersebut, terutama dengan memperkuat ideologi bangsa dan ekonomi rakyat.
"Karena strategi radikalisme untuk bisa masuk ke masyarakat dengan memanfaatkan kelemahan ideologi dan keterpurukan ekonomi, di samping dengan cara kekerasan fisik dan senjata," ujarnya, Selasa (5/5).
Menurutnya, radikalisme harus dicegah jangan sampai masuk ke masalah sosial dan politik serta melibatkan banyak orang. Dengan begitu, satu ruang gerakan radikalisme, terutama ISIS akan tertutup. Tentu saja hal itu membutuhkan kerja sama berbagai pihak. Karena ISIS menggunakan berbagai macam cara dalam menjalankan aksinya.
"Yang pasti kita harus lebih memperkuat lagi ideologi bangsa Indonesia dan juga meningkatkan kemakmuran rakyat. Bila itu bisa kita wujudkan, insya Allah, ancaman radikalisme itu, pasti akan dengan sendirinya mentah," ujar Dede.
Dede mengungkapkan, saat ini ada tujuh titik ring of fire ISIS di Indonesia. Antara lain DKI Jakarta, Tangerang, dan Depok. "Meski belum nyata di Indonesia, tapi kita jangan sampai lengah, apalagi sampai kecolongan. Mereka sangat lihai dengan memanfaatkan berbagai lini kehidupan masyarakat, terutama para generasi muda. Kita harus bisa menyelamatkan masa depan bangsa Indonesia dari ancaman radikalisme dan ISIS," terang Dede.
Direktur Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Prof Dr Irfan Idris menambahkan, ISIS telah menjadi ancaman global. Karenanya, pemerintah tak bisa sendirian untuk menangkal masuknya ISIS ke Indonesia.
"Pemerintah dan rakyat harus bisa menjalin sinergi untuk mengantisipasi dan menanggulangi propaganda dan ancaman yang dilakukan kelompok radikal, terutama ISIS. Apalagi di era modern sekarang ini, kita harus bisa solid di segala lini masyarakat sehingga sekecil apa pun gerakan radikalisme itu, sudah bisa kita ketahui dan kita cegah sedini mungkin," kata Irfan.
Saat ini, papar dia, setiap provinsi sudah memiliki koordinator dakwah islamiah (kodi). Setiap Kodi itu telah memiliki data tentang syiar agama di wilayahnya masing-masing di seluruh Indonesia. Dari situ bisa dibuat program yang antara lain bertujuan mencegah masuknya paham radikalisme dan menangkal ISIS.
"Kita bisa panggil pengurus, bahkan marbot setiap masjid. Kita tingkatkan pengetahuan mereka, kita bekali dengan pemahaman tentang bahaya radikalisme. Saya kira dengan begitu bisa menjadi cara untuk menangkal kegiatan radikalisme," ucapnya.
Ia meminta masyarakat untuk tidak terpancing isu yang tak akurat. Dengan begitu, umat Islam tidak dijadikan sasaran. Karenanya, penting untuk memiliki pertahanan berupa strategi untuk menangkal serangan radikalisme, terutama ISIS, sesuai dengan budaya dan kearifan lokal.
"Ini benar-benar harus diantisipasi, agar kita bisa menyelamatkan masa depan anak-anak dan generasi muda Indonesia," tutur Irfan.