REPUBLIKA.CO.ID, LEBAK -- Kesan brutal dan sering merusak fasilitas umum yang melekat pada sebuah geng motor, justru berbanding terbalik dengan para pemuda yang tergabung dalam Comunity Bikers Banten Selatan (Combes Bansel). Mereka justru melakukan aksi bersih-bersih di Tugu Romusha Tan Malaka yang berlokasi di Jalan Ciwaru-Bayah, Kecamatan Bayah, Kabupaten Lebak.
Tugu Romusha Tan Malaka ini sendiri dibangun pada tahun 1946 untuk mengenang tewasnya 93 ribu warga pribumi Indonesia yang tewas karena dipaksa membangun jalan kereta api jurusan Saketi-Bayah sejauh 90 kilometer untuk mengangkut batu bara sewaktu zaman penjajahan Jepang. Dimana, saat ini tugu tersebut terabaikan dan tak terurus.
“Ini kan peninggalan sejarah. Kita sebagai pemuda, perihatin karena tidak terurus dan bahkan sering dijadikan tempat nongkrong anak muda untuk minum-minuman beralkohol,” kata koordinator acara, Rangga Mustika, Senin (4/5).
Tugu Romusha Tan Malaka ini dibersihkan dari rumput yang mulai tinggi, menyapu dedaunan yang menumpuk, menghilangkan lumut, mengecat ulang, bahkan menembel keramik yang sudah nampak pecah dan usang dengan tangan mereka sendiri tanpa bantuan dari pemerintah.
“Dana yang digunakan untuk melakukan kegiatan tersebut didapatkan dari hasil sumbangan pribadi. Sebagian berasal dari pengguna jalan yang menyumbang,” katanya.
Di Bayah sendiri, seorang Bapak Bangsa bernama Tan Malaka bersembunyi dan bekerja bersama para romusha dengan nama samaran Iljas Husein. “Aksi ini dilakukan, selain bentuk kepedulian, juga bentuk kritikan terhadap pemerintah setempat yang kita anggap tidak peduli terhadap bangunan bersejarah,” ungkapnya.
Bangunan monumen Romusha Tan Malaka tersebut berupa tonggak menumen bersisi empat dengan ketinggian sekitar tiga meter. Sedangkan peninggalan jalur kereta, stasiun, ataupun tempat parkir lokomotif yang berlokasi di Pantai Manuk tak tersisa lagi. Bekas stasiun hanya meninggalkan pondasi yang dipenuhi rumput dan tanaman liar.