REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG -- Peneliti dari Institut Pertanian Bogor Prof Dr Rizaldi Boer memproyeksikan Nusa Tenggara Timur terancam jadi gurun pasir untuk 10 hingga 40 tahun ke depan, karena aktivitas pertambangan dan penggalian sumur air bawah tanah terus marak.
"Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan struktur bawah tanah di daerah berbasiskan kepulauan itu terdiri dari batu-batuan karang dan kapur, sehingga rentang terhadap aktivitas pertambangan dan penggalian sumur air tanah untuk kebutuhan air minum penduduk," kata Prof Zaldi, Senin (4/5).
Ia menyebutkan salah satu indikator dari ancaman itu diantaranya sekitar 40 persen dari total 3.232 desa dan kelurahan di NTT rawan bencana banjir dan bahkan jumlah itu diperkirakan meningkat pada 2040 nanti menjadi 80 persen dan tingkat ancamannya terkategori sedang hingga tinggi.
"Jadi jumlah desa menghadapi risiko banjir akan meningkat di masa depan secara signifikan (sedang-sangat tinggi) dan pada sisi lain dan waktu-waktu tertentu secara umum, tingkat risiko kekeringan di sebagai besar desa akan menurun, namun intensitas kekeringan pada desa yang saat ini sudah tinggi diperkirakan akan semakin meningkat," katanya.
Bahkan perubahan iklim akan meningkatkan peluang terjadinya hujan yang bisa menyebabkan banjir. Tak hanya itu, perubahan iklim juga bisa memengaruhi periode ulang banjir akibat peningkatan curah hujan maksimum harian.
Untuk itu, solusi yang ditawarkan adalah sistem evaluasi hasil pembangunan perlu diubah misalnya mengatur aktivitas pertambangan mangan dan marmer secara terkoordinir pada peta dan titik-titik yang tidak rawan bencana.