REPUBLIKA.CO.ID, SUNGAILIAT -- Tata ruang penangkapan ikan dinilai sangat diperlukan. Sehingga tidak berbenturan dengan aktivitas lain di laut.
"Tata ruang di laut perlu ditentukan untuk mengatur kegiatan di perairan sehingga tidak berbenturan dengan kegiatan lain," kata Ketua Dewan Pengurus Cabang Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Ridwan di Sungailiat, Sabtu (2/5).
Pernyataan itu disampaikan Ridwan menyikapi maraknya aktivitas penambangan bijih timah di laut yang mengakibatkan pencemaran di wilayah penangkapan ikan nelayan di daerah itu. Ia mengatakan, benturan antara para pelaku penambangan bijih timah dengan kelompok nelayan harus segera diselesaikan. Caranya, kata dia, dengan membangun komunikasi yang baik dengan melibatkan pemerintah kabupaten dan juga provinsi dan pihak PT Timah Tbk.
"Tata ruang laut jika memang ditetapkan sebagai kawasan reklamasi laut jangan dijadikan areal penambangan bijih timah dan saya yakin nelayan akan memahami jika tata ruang wilayah penangkapan sudah jelas ditetapkan," katanya.
Sebagai organisasi nelayan, ia menyarankan kepada seluruh pihak agar membangun komunikasi yang baik. Tujuannya untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginan di lapangan. "Komunikasi yang baik merupakan modal awal terciptanya kebersamaan sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Mengingat wilayah laut merupakan kawasan bersama dimana terdapat kawasan penangkapan dan kawasan penambangan. Hanya saja keberadaan dan aktivitas kedua kelompok ini harus diatur sehingga tidak menjadi persoalan," ujarnya.
Sementara Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bapeda) Kabupaten Bangka, Pan Budi Marwoto mengatakan pengaturan tata ruang wilayah pesisir sesuai dengan ketentuannya merupakan kewenangan pemerintah provinsi.
"Penataan tata ruang wilayah pesisir untuk wilayah kabupaten sesuai dengan ketentuan yang ada merupakan kewenangan pemerintah provinsi," ujarnya.