REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia Mirah Sumirat mengatakan tuntutan kenaikan upah minimum provinsi (UMP) 2016 sebesar 30 persen adalah hal yang wajar dan tidak berlebihan.
"Kenaikan upah akan meningkatkan daya beli buruh sehingga kehidupan buruh akan lebih baik. Buruh harus sejahtera, buruh harus bisa hidup layak," kata Mirah Sumirat saat peringatan Hari Buruh di Jakarta, Jumat (1/5).
Mirah mengatakan pada Hari Buruh atay MayDay 2015, Aspek Indonesia bersama jutaan buruh di Indonesia menyuarakan tuntutan untuk mewujudkan kesejahteraan, tidak hanya bagi buruh, tetapi juga rakyat Indonesia.
Menurut Mirah, ukuran paling penting dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat adalah upah karena dengan upah layak akan menggerakkan sektor lainnya.
Selain menuntut kenaikan upah 30 persen, buruh juga menuntut penambahan komponen kebutuhan hidup layak (KHL), yang menjadi acuan penetapan upah, dari 60 butir menjadi 84 butir. "Buruh juga menolak rencana pemerintah yang akan menaikan UMP setiap dua tahun sekali, apalagi lima tahun sekali. Pemerintah harus memastikan setiap kebijakan yang akan dibuat berpihak pada kesejahteraan rakyat, bukan kepentingan investasi semata apalagi pengusaha hitam," tuturnya.
Selain itu, buruh juga mendesak agar jaminan pensiun bagi seluruh pekerja segera disahkan dalam peraturan pemerintah pada Juli 2015 dengan iuran 15 persen per bulan dan manfaat bulanan 75 persen dari gaji terakhir, seperti yang berlaku pada pegawai negeri sipil.
Permasalahan tenaga kerja alih daya yang tidak kunjung ada kejelasan juga menjadi perhatian Aspek Indonesia.
Mirah menuntut pemerintah untuk menghapus sistem kerja alih daya atau "outsourcing" dengan merevisi Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 19 Tahun 2012 sehingga buruh bisa mendapat kepastian kerja dan kepastian status hubungan kerja.
"Angkat pekerja alih daya menjadi pekerja tetap. Masih banyak praktik pelanggaran sistem kerja alih daya yang terjadi di perusahaan milik negara tanpa terlihat upaya pemerintah untuk melakukan penindakan," katanya.
Terkait jaminan kesehatan, Aspek mendesak pemerintah untuk menambah anggaran dari APBN sebesar Rp 30 triliun serta mengganti sistem Ina-CBG's menjadi "free for service" agar semakin banyak rakyat yang bisa mendapat pengobatan gratis tanpa ada kenaikan iuran. Mirah juga menilai perlu ada reformasi di sistem peradilan hubungan industrial yang selama ini justru terkesan menjadi kuburan bagi buruh.
"Revisi total Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Bubarkan pengadilan hubungan indsutrial dan berikan proses penyelesaian yang lebih mudah bagi pekerja," tuturnya.
Seperti halnya permasalahan pekerja alih daya, Aspek Indonesia juga memberikan perhatian kepada permasalahan guru dan pekerja honorer yang masih banyak di Indonesia. "Angkat guru dan pekerja honorer menjadi pegawai negeri sipil atau pekerja tetap," ujarnya.
Terakhir, Aspek Indonesia mendesak pemerintah untuk melakukan aksi nyata untuk menurunkan harga barang-barang kebutuhan pokok karena semakin melonjak maka kesejahteraan buruh akan terancam.