Kamis 30 Apr 2015 13:34 WIB
Tokoh Perubahan Republika 2014

Nurdin Abdullah, Bupati Bantaeng: Membangkitkan Daerah Transit

Rep: Andi Nur Aminah/Debby Sutrisno / Red: Didi Purwadi
Bupati Bantaeng Nurdin Abdullah.
Bupati Bantaeng Nurdin Abdullah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jalanan sama tertutup aspal. Namun, beberapa detik setelah melintasi gerbang perbatasan terasa ada yang berubah. Jalanan yang membentang terlihat lebih lapang, mulus, dan bersih. Mata pun langsung disuguhi hamparan laut lepas dengan pantai yang  bersih.

 

Begitulah yang terasa saat kendaraan melintasi kawasan perbatasan memasuki Kabupaten Bantaeng. Dan ternyata, rasa yang sama juga dialami sejumlah orang yang mendatangi daerah yang berjarak 125 kilometer ke arah selatan Kota Makassar, ibu kota Provinsi Sulawesi Selatan, ini.

 

Dahulu, Bantaeng hanya dipandang sebelah mata. Orang-orang yang akan bergerak menuju enam kabupaten di sisi selatan Sulawesi Selatan ini hanya mampir sejenak atau bahkan melintas begitu saja. Sepertinya tak ada hal menarik untuk disinggahi. Namun, kini Bantaeng berubah menjadi destinasi, bukan lagi tempat transit.

Penyebabnya, kini Bantaeng memiliki sejumlah ikon yang membuatnya menonjol dibanding daerah-daerah lain di Sulsel. Contohnya, tak banyak yang menyangka jika berbagai tumbuhan seperti stroberi, apel, durian bisa tumbuh subur di pegunungan Bantaeng. Juga tak pernah terbayangkan jika di daerah seluas 395,93 km persegi ini bisa menjadi penghasil benih unggul yang pada akhirnya menaikkan tingkat ekonomi masyarakatnya terutama petani.

 

Daerah ini pun tumbuh dengan berbagai industri pengolahan. Di bidang industri pengolahan hasil pertanian, Bantaeng sukses merintis pengolahan hasil pangan sekaligus pengepakannya. Hasil-hasilnya pun kini sudah diekspor ke berbagai negara, khususnya Jepang dan Cina. Selain itu, industri pengalengan hasil laut pun berkembang di daerah ini.

Bangkitnya industri di daerah yang dijuluki Butta Toa ini cukup mengagumkan. Bantaeng bukan daerah tambang yang bisa dengan cepat mengundang investor. Bantaeng adalah daerah pertanian sehingga butuh waktu cukup lama untuk bisa meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD).

Namun, hal itu tak menjadi masalah bagi Bupati Nurdin Abdullah. Di tangan satu-satunya bupati yang bergelar profesor di Indonesia ini, semuanya bisa diatur. Kecendekiawanannya menjadi sangat bermanfaat bagi seluruh lini yang disentuhnya. Ia berhasil mendatangkan investor asing, tercatat dari Jepang, Cina, dan Korea.

Bantaeng mulai membangun industri di sektor pertambangan, salah satunya pembangunan smelter untuk mengolah bijih nikel. Bahan baku diharapkan datang dari wilayah pertambangan di kawasan Indonesia timur. Karena itulah, Nurdin terus menggenjot pembangunan infrastruktur jalan hingga pelabuhan agar perekonomian masyarakat bisa lebih terpacu.

Dengan perubahan dan pembangunan yang terus bergerak itu, tak mengherankan jika banyak daerah yang berkaca pada daerah ini. Banteng menjadi “laboratorium” pilihan 104 kabupaten kota di Indonesia yang melakukan studi banding di daerah itu selama 2014.

Meski tak menutup peluang masuknya investor asing, di tangan Nurdin, pembangunan di Bantaeng senantiasa mengutamakan kearifan lokal. Guru Besar Universitas Hasanuddin ini belum berpikir untuk membangun mal di Bantaeng. "Biarkan perekonomian masyarakat dulu yang tumbuh, baru kita bangun yang lain," ujar alumni Universitas Kyushu, Jepang, ini.

Sebagai orang berlatar belakang pertanian, tekadnya bulat ingin meningkatkan kesejahteraan petani. Menurutnya, jika dulu petani jagung menanam jagung dan menjual jagung, sekarang petani jagung tak hanya menjual jagung, tapi juga benihnya. Penjualan benih itu mendongkrak penghasilan petani menjadi berlipat-lipat. Ia mencontohkan, jika sekilo jagung dijual dengan harga Rp 2.000, dengan menjual benih, penghasilan yang diperoleh bisa Rp 50 ribu per kilogram.

 

Saat ini, produksi benih yang dikembangkan masyarakat Bantaeng ada berbagai jenis. Jumlahnya mencapai lima ton per tahun. "Dan semuanya adalah benih unggulan yang sudah melalui uji coba dan penelitian terpadu," ujarnya.

 

Ketika pertama kali memenangi Pemilukada Bantaeng 2008 lalu, mantan CEO sejumlah perusaan di Jepang ini bergerak cepat. Ia blusukan hingga ke kampung-kampung menemui warga dan mendengarkan curhat mereka. Tak mengherankan bila mulai dari anak-anak sampai orang tua sangat dekat dan bersahabat dengan pemimpin daerahnya itu.

 

Ia senantiasa ingin mencari tahu akar masalah langsung ke sumbernya. Jika sudah tahu penyebabnya, dengan cepat ia mengambil tindakan dan menyelesaikannya. Bekerja dengan fokus, itulah kunci keberhasilannya. "Kalau yang satu sudah selesai, baru kita pikirkan yang lain," kata Ketua Persatuan Alumni Jepang di Sulsel ini.

Penanganan banjir di Bantaeng adalah salah satu masalah yang sukses dipecahkannya. Di masa putaran akhir kampanye sebelum ia terpilih sebagai bupati, Nurdin mendapati rumah jabatan bupati terendam banjir. Setelah terpilih, ia menargetkan, banjir yang menghantui warga Bantaeng setiap tahun harus ia selesaikan dalam waktu dua tahun.

Survei dan kajian yang melibatkan pakar dari berbagai kampus melahirkan solusi berupa pembangunan cek dam. Pembangunan cek dam itu dipantaunya langsung. Maka, ketika hujan turun, Nurdin pasti tak berada di rumah. Ia memilih turun ke jalan untuk memantau kondisi di lapangan tanpa peduli meski tengah malam sekalipun.

 

Kehadiran cek dam memang berhasil mengatasi banjir di wilayah itu sampai saat ini. Bahkan, cek dam tersebut sekaligus berfungsi menyuplai kebutuhan air untuk pertanian dan perkebunan warga yang sebelumnya hanya lahan tadah hujan.

 

Pria kelahiran Pare-Pare, 7 Februari 1963, ini selalu menunjukkan kesungguhannya jika menghadapi suatu masalah. Ia berharap, camat, dan lurah yang menjadi mitranya melayani masyarakat bisa mencontoh hal itu. "Saya selalu sampaikan, ini masalah keteladanan. Sebagai pemimpin, selalulah memberikan contoh terbaik," ujarnya.

 

Di bidang kesehatan, Nurdin memiliki andil cukup besar dengan idenya membuat Brigade Siaga Bencana (BSB). Pasukan siaga 24 jam ini mampu menurunkan angka kematian ibu menjadi nol di Bantaeng. Tim BSB adalah paket lengkap penanganan medis di Bantaeng. Warga yang sakit cukup menghubungi tim BSB dan dalam waktu kurang dari 20 menit dokter serta perawat bersama ambulans gratis akan segera menjemput pasien di rumahnya.

 

Networking-nya yang terjaga baik, terutama dengan Jepang, membuat berbagai bantuan dengan mudah didapatnya. Ambulans dan mobil pemadam kebakaran adalah di antaranya. Delapan unit ambulans dan damkar, semuanya diperoleh dari Jepang. Sistem pelayanan di BSB, Nurdin akui, diadopsinya dari Jepang meski tidak seluruhnya. Di Jepang, yang mengelola adalah swasta, namun di Bantaeng, pengelolaannya dilakukan pemerintah daerah.

 

Yang penting baginya, sistem harus diciptakan dan tertata bagus. Sebab, jika sistem sudah bagus, siapa pun yang akan memimpin Bantaeng kelak tinggal meneruskannya. Hal itulah yang dirintisnya sejak awal hingga tahun kedua memimpin Bantaeng. "Setahun dua tahun boleh bergantung pada bupati, tapi tahun ketiga kita harus bergantung pada sistem yang kuat," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement