Rabu 29 Apr 2015 15:18 WIB

Wapres Sebut Lobi Politik Eksekusi Wajar

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Esthi Maharani
Hukuman Mati..(ilustrasi)
Foto: Republika/Mardiah
Hukuman Mati..(ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Eksekusi mati terhadap terpidana mati asal Filipina, Mary Jane, telah ditunda. Penundaan ini dilakukan setelah Presiden Filipina Beniqno Aquino meminta kepada Presiden Jokowi untuk menunda eksekusi mati Mary Jane.

Wakil Presiden Jusuf Kalla pun menilai lobi politik antar negara yang dilakukan oleh Presiden Filipina tersebut merupakan langkah yang wajar.

"Ya tentu itu. Lobi politik itu biasa saja dalam suatu hubungan kenegaraan. Lobi itu sangat penting tapi masalahnya begini kita ingin meletakkan hukum itu secara baik," kata JK di kantor Wapres, Jakarta, Rabu (29/4).

Menurut Wapres, pemerintah pun akan menghormati proses hukum yang tengah berjalan di Filipina terkait kasus yang menjerat Mary Jane. Kalla menjelaskan, Presiden Filipina telah menerangkan baik kepada Presiden Jokowi serta Wapres bahwa Mary Jane hanya merupakan korban perdagangan manusia. Sementara, otak pelaku kejahatan terhadap Mary Jane sendiri telah mengakui kesalahannya. Oleh karena itu, pemerintah akan menunggu proses hukum di Filipina.

"Kan hukuman mati membutuhkan suatu lengkaplah hukumnya. Jadi kita menunggu proses apa yang terjadi tindakan pemerintah Filipina.. Inikan begini, ini dia dari Filipina tujuannya Malaysia tetapi dia suruh kemudian ke Indonesia jadi ada sindikatnya," kata Kalla.

JK mengatakan pemerintah juga meminta pemerintah Filipina agar bertindak lebih keras terhadap para otak pelaku jika memang nantinya terbukti bersalah. Kendati demikian, ia memastikan eksekusi terhadap Mary Jane hanya ditunda dan tidak dibatalkan.   

Sebelumnya, Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Tony Tribagus Spontana menyebut penundaan eksekusi dilakukan atas permintaan dari Presiden Filipina.

"Eksekusi Mary Jane ditunda karena ada permintaan dari Presiden Filipina," ujar Tony.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement