REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Beberapa tahun ke depan Kota Denpasar diperkirakan akan kesulitan mendapatkan air bersih. Itu disebabkan oleh sumber air bawah tanah yang terus menyusut akibat intruisi air laut dan pemanfaatan idustri.
"Secara mutu dan volume sumber mata air di Denpasar terus menurun," kata Peneliti dari Politeknik Negeri Bali (PNB), Ida Bagus Putu Bintana.
Hal itu dikemukakan Bintana di Denpasar, Selasa (28/4), dalam sosialisasi Program Bali Water Protection. Program yang bertujuan menyelamatkan sumber mata air Bali itu dilaksanakan oleh PNB bekerjasama dengan Yayasan IDEP.
Dari investigasi yang dilakukannya di tiga wilayah di Denpasar kata Bintana yakni wilayah utara, tengah dan selatan, kondisi terparah berada di wilayah selatan, wilayah utara dalam kondisi aman. Sedangkan di wilayah tengah kondisinya mendekati rawan.
"Sekitar enam bulan kami melakukan investigasi dan kami mendapatkan kesimpulan itu. Kalau keadaan ini dibiarkan, ke depan kondisi air bawah tanah di Denpasar akan semakin parah," katanya.
Menurut Bintana menurunnya kualitas air bawah tanah di Denpasar disebabkan oleh pengambilan air secara terus menerus dalam jumlah yang tinggi. Sementara sebutnya, tidak ada upaya bagaimana menjaga agar sumber mata air tetap lstari.
Selain kalangan perhotelan dan kalangan rumah tangga yang mengambil air secara berlebihan, kelangkaan air bawah tanah juga disebabkan oleh pemanfaatan air untuk industri air dalam kemasan. Menurut Bintana, pengambilan air oleh industri air dalam kemasan, dipastikan membawa akibat terancamnya sumber mata air.
"Kini perusahaan air minum milik pemerintah juga sudah meninggalkan sumur-sumur bor mereka, karena sumber mata air menurun. PDAM kini mengandalkan mata air bawah tanah yang ada di permukaan," katanya.
Menurut Bintana, harus ada upaya secara bersama-sama antara pemerintah, kalangan industri dan masyarakat dalam menyelamatkan sumber air bawah tanah. Karena bila semuanya bersikap tidak mau tahu, dipastikan beberapa tahun ke depan Denpasar tidak punya sumber air bawah tanah lagi.