REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Keuangan menyangkal aturan mengenai pembatasan kendaraan bagi pejabat negara dikeluarkan sebagai bentuk 'jatah' dua kendaraan untuk setiap menteri. Juru Bicara Kemenkeu, Arif Baharudin, menegaskan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 76/PMK.06/2015 pada 14 April 2015 itu hadir untuk memberi pedoman anggaran pengadaan kendaraan dinas bagi pejabat negara.
''Peraturan ini bukan dimaksudkan untuk memberikan 'jatah' kepada menteri dua mobil. Namun aturan ini untuk memberikan standar mobil jabatan kepada menteri dan pejabat lain yang belum diatur sehingga standar mobil jabatan untuk mobil dan pejabat lain tidak beragam,'' kata Arif di Jakarta, Sabtu (25/4).
Arif mengatakan, aturan ini dikeluarkan sebagai tindak lanjut PMK No.150 Tahun 2014 soal perencanaan pengadaan kebutuhan barang milik negara (BMN) di seluruh Kementerian dan Lembaga. Pada pasal 7 PMK 150 Tahun 2014 itu, diatur rencana kebutuhan BMN disusun oleh pengguna barang dengan berpedoman pada renstra, standar barang, dan kebutuhan. ''Karena itulah dibuat PMK baru No.76 tadi,'' ujarnya.
Lebih lanjut Arif mengilustrasikan, pejabat eselon 1 hanya boleh dapat satu mobil jabatan dengan spesifikasi sedan 2.500 cc 4 silinder, tidak boleh lebih. Lalu untuk menteri boleh satu mobil jabatan dan apabila diperlukan mobil cadangan masih dimungkinkan untuk ditambah satu lagi.
''Hal itu untuk mengantisipasi seandainya mobil menteri mengalami gangguan atau kerusakan seperti mogok atau ke bengkel sehingga perlu disiapkan mobil cadangan agar mobilitas menteri yang sangat tinggi tidak terganggu. Mobil cadangan tersebut hanya untuk menteri dan setingkat menteri.''
Kemudian Arif menambahkan, spesifikasi mobil yang diatur adalah untuk kategori tertinggi yang dalam implementasinya boleh dilakukan pengadaan dengan spesifikasi di bawahnya. Lewat keluarnya PMK ini, kata dia, tidak berarti serta merta Kementerian atau Lembaga dapat melakukan pengadaan mobil jabatan, mereka bisa menggunakan mobil yang masih ada.
''Namun apabila diperlukan pengadaan mobil jabatan, harus mengacu pada PMK 76/PMK/06/2015. Tentunya pengadaan mobil jabatan tersebut tetap mengacu pada kebutuhan dan ketersediaan anggaran pada masing-masing Kementerian atau Lembaga,'' Arif menegaskan.