REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Transaksi haram narkoba di Indonesia belakangan ini menggunakan modus yang lebih rapi. Menurut Wakil Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Agus Santoso, para pengedar narkoba melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPA) dari hasil transaksi barang haram itu dengan memanfaatkan jaringan money changer atau penukaran uang.
Modus yang terbilang baru ini berhasil diungkap PPATK pada tahun lalu bersama dengan Badan Narkotika Nasional (BNN). Menurut Agus, ini merupakan jaringan internasional yang menjangkau hingga ke Singapura dan Malaysia, lantas menggunakan basis di 14 kota besar di Pulau Jawa.
“Ini jaringan internasional. Ada di Singapura, Kuala Lumpur, lalu gunakan 14 kota-kota besar di Jawa. Dengan memanfaatkan money changer perusahaan penukaran uang, yang pada waktu itu bisa lakukan juga transfer dana,” tutur Agus, Selasa (21/4) di Jakarta.
Dengan memanfaatkan money changer, pengedar seolah-olah melakukan transfer dana dari Singapura, dari Malaysia, ke Indonesia. "Padahal, uang itu tidak ditransfer, alias tetap tinggal di sana. Yang ditransfer, dikasihkan adalah uang hasil penjualan narkoba,” jelas Agus selanjutnya.
Misalnya, seorang bandar di Malaysia mentransfer uang sebanyak Rp 2 juta ke Bandung. Lantas di Bandung, seorang pengedar narkoba akan mengambil uang sebanyak itu pula ke money changer yang sudah masuk jaringan mereka. Dengan cara itulah uang hasil peredaran narkoba mengalir dari luar negeri ke Indonesia. Demikian pula antarkota-kota di Pulau Jawa.
“Kita tahunya dari sisi, ada transferan dari 14 money changer, ternyata saling berhubungan,” papar dia. Maka bila para dealer narkoba itu di lapangan menjual narkoba, papar Agus, uang hasil penjualan itu mengalir ke satu titik.
Dari satu titik ini, uang ditransfer lagi melalui jaringan penukaran uang tadi ke para dealer narkoba yang lain. “Dengan (mekanisme intelijen) follow the money, BNN bisa mudah mengungkap jaringan narkoba. Karena kita sudah petakan,” ujar dia.