REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejarawan Islam, Tiar Anwar Bachtiar mengatakan, sebenarnya banyak muslimah yang laik menjadi tokoh pahlawan Indonesia, bukan hanya Kartini saja. Namun peran Kartini sebagai pahlawan tidak terlepas dari peran Belanda yang punya kepentingan di sana.
Belanda tidak pernah melirik Rohana Kudus untuk dijadikan tokoh pahlawan karena perjuangannya untuk Indonesia. Sebab, Belanda menganggap Rohana sebagai musuh besarnya.
Rohana, ujar Tiar, merupakan pemimpin redaksi sebuah surat kabar anti-Belanda."Ia merupakan jurnalis Indonesia pertama yang hidup sejaman dengan Kartini," ujarnya, Selasa, (21/4).
Surat kabar yang diterbitkan oleh Rohana sangatlah keras dan anti-Belanda. Itu sebabnya, Belanda tak mendukung ia menjadi tokoh pahlawan.
Menurut Tiar, dengan suksesnya Rohana menjadi pemimpin redaksi menunjukkan kalau umat Islam di Indonesia saat itu sudah menjunjung tinggi hak-hak wanita. "Rohana bisa menjadi pemimpin redaksi berarti secara struktur sosial tak ada masalah wanita menjadi pemimpin tertinggi dari sebuah sistem."
Apa yang diceritakan surat-surat Kartini dalam bukunya Habis Gelap Terbitlah Terang tidak bisa menggambarkan kondisi perempuan Indonesia seluruhnya. Dalam buku tersebut, seolah seluruh perempuan Indonesia kondisinya tertindas, padahal dalam faktanya malah ada yang jadi pemimpin redaksi.
Bahkan, karena jasanya yang luar biasa, termasuk mengajarkan pendidikan budi pekerti, agama, bahasa Belanda, politik, jurnalistik, sastra kepada orang di sekitarnya, ia mendapatkan penghargaan dari pemerintah. Ia meraih penghargaan sebagai Wartawati Pertama Indonesia dan Perintis Pers Indonesia.