REPUBLIKA.CO.ID, --JAKARTA -- Wacana media ternyata lebih dikuasai figur laki-laki. Berdasarkan hasil penelitian Indonesia Indicator (I2), sebuah perusahaan di bidang intelijen media, analisis data, dan kajian strategis dengan menggunakan software Artificial Intelligence (AI), dalam setahun terakhir figur perempuan hanya disebut dan diberi ruang untuk berwacana sekitar 4 hingga 5 persen.
"Dari sebanyak 3.868.480 berita yang dimuat 343 media online di Indonesia sepanjang 21 April 2014 hingga 17 April 2015, figur perempuan hanya hanya disebut sebanyak 4 persen. Atau rata-rata 1 perempuan berbanding 20 laki-laki di media dalam setahun," ujar Direktur Komunikasi Indonesia Indicator (I2), Rustika Herlambang saat memaparkan hasil penelitian bertajuk "Perempuan dalam Framing Media", Selasa (21/4) atau bertepatan dengan peringatan Hari Kartini.
Padahal, kata Rustika, jumlah penduduk perempuan tidak jauh berbeda dibandingkan jumlah laki-laki. Pada 2014, kata dia, jumlah penduduk perempuan mencapai 118.010.413 jiwa dan laki-laki mencapai 119.630.913.
Rustika memaparkan, dalam telusuran pemberitaan media, dari 2.270 nama yang muncul sepanjang satu tahun di media online, hanya terdapat 100 nama perempuan. Sisanya, yakni sebanyak 2.170 nama merujuk pada nama laki-laki. Menurut dia, dari 100 sosok yang paling banyak diberitakan di media, hanya ditemukan lima nama perempuan.
Megawati Terpopuler
Kelima tokoh perempuan yang masuk 100 top person atau sosok terpopuler atau paling banyak diberitakan media adalah Megawati Soekarnoputri di urutan ke-9, Susi Pudjiastuti di urutan ke-28, Puan Maharani di urutan ke-47, Rini Soemarno di urutan ke-57, dan disusul Tri Rismaharini di urutan ke-76.
"Sosok yang paling banyak diberitakan di media, bisa dianggap sosok paling populer. Top person tidak harus memberikan pernyataan di media," ungkap Rustika. Dari 100 nama perempuan paling populer di media, kata Rustika, didominasi oleh pejabat dan artis, disusul oleh figur politisi. Sementara itu, perempuan atlet bulutangkis, kaum profesional, serta pengamat merupakan figur terbanyak berikutnya yang mendapat tempat di media.
Susi Paling Berpengaruh
Indonesia Indicator (I2) mencatat ada 10 perempuan paling berpengaruh di media. Menurut Rustika, ke-10 perempuan itu dinilai sebagai sosok berpengaruh karena banyak memberikan pernyataan kepada media. Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menempati peringkat pertama perempuan paling berpengaruh. Dalam setahun terakhir, jumlah pernyataannya mencapai 29.463 dan dikutip oleh 258 media.
Perempuan berpengaruh kedua adalah Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani. Menurut Rustika, pernyataan Puan dikutip 16.284 kali oleh 282 media. Jumlah media yang memuat pernyataan Puan lebih banyak dari Susi. Megawati Soekarnoputri menjadi perempuan berpengaruh ketiga dengan jumlah pernyataan mencapai 16.118 dan dikutip 240 media.
Perempuan berpengaruh keempat ditempati Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini dengan 14.387. Perempuan berpengaruh kelima adalah Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa dengan 11.838 pernyataan. Sedangan posisi enam hingga sepuluh ditempati oleh Menteri BUMN Rini Soemarno 10.141 pernyataan, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi 9.947 pernyataan, pengamat LIPI Siti Zuhro 8.398 pernyataan, politisi PDIP Eva Kusuma Sundari 8.024 pernyataan, dan politisi PDIP Rieke Diah Pitaloka 5.929 pernyataan.
Namun, kata Rustika, apabila dilihat dari frekuensi pembicaraan narasumber, maka Megawati menduduki posisi pertama perempuan paling berpengaruh. Dalam setiap pernyataan, Megawati dikutip hingga 154 pernyataan per hari. Disusul Susi Pudjiastuti 153 pernyataan per hari dan Puan Maharani 110 pernyataan per hari.
"Sepuluh nama figur perempuan yang memberikan pernyataan terbanyak di publik merupakan sosok pembuat wacana kebijakan publik dan politik," papar Rustika. Ia menambahkan, dari 100 nama perempuan paling berpengaruh di media, didominasi profesi pejabat dan artis, disusul oleh figur politisi.
Rustika menegaskan, latar belakang pejabat, politisi, profesional, dan pengamat menunjukkan bahwa media tidak lagi melihat perempuan dari aspek sensasi melainkan dari aspek sebagai penentu kebijakan dan common good. "Apabila dilihat dari figur, perempuan yang terpopuler dan perempuan berpengaruh merupakan sosok pembuat wacana kebijakan publik atau politik. Bisa jadi karena tahun ini adalah tahun politik, di mana banyak terjadi event politik," tegasnya.
Antara fashion dan violence?
Situasi tersebut berbeda ketika Indonesia Indicator melakukan penelitian di media berdasarkan topik perempuan atau wanita. Dalam setahun terakhir, segala berita yang memberitakan (menyebutkan) kata wanita atau perempuan berjumlah 224.576 berita. Pada penelitian ini, isu kecantikan mendominasi sebanyak 10,3 persen, disusul isu kekerasan 10,1 persen, serta seks sebanyak 5 persen.
"Dilihat dari sisi isu, perempuan masih diposisikan sebagai objek pemberitaan daripada subjek pemberitaan. Isu pemberdayaan, konferensi, dan perdamaian masih sangat kecil," tegas Rustika.
Menurutnya, aspek fashion dan violence (terutama terhadap perempuan) ternyata masih merupakan ‘genre” perempuan yang masih memiliki daya tarik tersendiri bagi media. Tubuh perempuan –berdasar framing media- terhimpit antara masifnya industry kecantikan di satu sisi serta objek kekerasan fisik di sisi lainnya. Pertanyaannya, apakah kecantikan dan kekerasan terhadap perempuan merupakan dua sisi dari koin yang sama?