Senin 20 Apr 2015 21:40 WIB

Pengamat: Jokowi Harus Hati-Hati Soal Reshuffle Kabinet

Rep: C23/ Red: Yudha Manggala P Putra
Presiden Jokowi pada malam peringatan Hari Film Nasional di Istana Negara, Jakarta, Senin (30/3).
Foto: Antara
Presiden Jokowi pada malam peringatan Hari Film Nasional di Istana Negara, Jakarta, Senin (30/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik Political Communication (Polcom) Institute Heri Budianto Presiden Joko Widodo harus memiliki indikator dan penilaian yang jelas untuk para menterinya sebelum melakukan reshuffle kabinet.

Menurutnya, Jokowi tidak perlu melakukan itu hanya karena desakan dari pihak-pihak tertentu atau opini publik yang terbangun di luar pemerintahan.

"Jokowi harus hati-hati menyikapi hal ini. Jangan-jangan dia tidak punya indikator penilaian untuk para menterinya," kata Budianto pada Republika, Senin (20/4). Meskipun, tambahnya, opini publik memang memiliki peran penting untuk memacu kinerja menteri-menterinya.

Budianto menambahkan kejernihan Jokowi sebelum melakukan reshuffle penting agar dia tahu mana menteri yang bekerja dan tidak, bahkan bingung pada jabatannya. "Bisa saja desakan untuk reshuffle telah ditunggangi oknum tertentu yang ingin mendapat jabatan pada pemerintahan," ungkapnya.

Wacana akan adanya reshuffle Kabinet Kerja Joko Widodo tengah menguat. Ada empat nama mengemuka yang disebut akan menggantikan menteri lama yang dianggap tidak bisa bekerja dan tidak loyal kepada presiden.

Reshuffle dikabarkan bakal dilakukan bersamaan dengan penggantian pejabat Kepala Badan Intelijen Negara (BIN).

Hal ini diperkuat pernyataan Ketua DPP Partai Hanura Dadang Rusdiana. "Saya melihat Menteri Bappenas, Menteri Perdagangan, Menteri Negara BUMN, dan Menkumham perlu dipertimbangkan untuk di-reshuffle," tegas Dadang.

Tetapi reshuffle ini diakui Dadang belum menjadi keputusan resmi Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dan belum diusulkan pada Presiden Jokowi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement