REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA– Penyelenggaraan Ujian Nasional (UN) untuk tingkat SMA dan sederajat tahun ini masih diwarnai sejumlah pelanggaran. Seperti dilaporkan oleh perwakilan-perwakilan Ombudsman di daerah-daerah, masih didapati siswa atau bahkan pengawas UN yang membiarkan praktik ketidakjujuran.
“Sempat ditemukan (laporan kecurangan UN) di kantor-kantor perwakilan di daerah. Misalnya di Bali, siswa boleh membawa HP ketika berlangsung ujian. Di Padang, Sumatera Barat, ditemukan kunci jawaban, meskipun belum bisa ditentukan apa kunci itu benar,” ujar Ketua Ombudsman, Danang Girindrawardana saat dihubungi, Senin (20/4).
Namun, Danang memastikan, temuan praktik ketidakjujuran tersebut terjadi secara lokalistik sekali. Sehingga, belum bisa menjadi dasar generalisasi bahwa pelaksanaan UN secara sistemis keseluruhan terganggu.
“Jadi Ombudsman belum sampai pada kesimpulan bahwa terjadi kebocoran soal yang cukup parah. Sifatnya masih lokalistik,” kata dia.
Terkait tindak lanjutnya, ucap Danang, pihaknya sudah berkoordinasi dengan tim dari Dinas Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud untuk menyelesaikan masalah-masalah temuan itu. Lantaran praktik ketidakjujuran masih dalam skala pelanggaran prosedur, lanjut Danang, maka bentuk sanksinya bergantung kepada dinas pendidikan dari masing-masing daerah.
Misalnya, kata Danang, dengan menegur sekolah yang terbukti melakukan praktik memalukan itu. Dari pihak Ombudsman sendiri, akan ada teguran-teguran terkait mekanisme pengawasan UN yang belum berjalan baik. Adapun sanksi yang diberikan untuk praktik ketidakjujuran yang masih berdampak lokalitas, kata Danang, belum bisa dikategorikan sebagai tindak pidana.
“Kalau hanya terkait satu dua orang siswa di dalam satu kelas, barangkali sifatnya tindakan (sanksi) indisipliner, yang bisa mengakibatkan si siswa tersebut gugur nilai ujiannya,” tutur dia.