REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Firman Noor berpendapat, rencana reshuffle kabinet Presiden Joko Widodo (Jokowi) tetap harus melibatkan partai pengusung, yakni PDIP dan anggota Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dalam prosesnya.
Alasannya, menurutnya, Jokowi bisa menjadi presiden juga karena ada politik transaksional dengan KIH. "KIH dan PDIP harus dilibatkan jika memang ada proses reshuffle nanti. Karena merombak kabinet juga bukan pekerjaan sembarangan," tutur Firman pada ROL, Senin (20/4).
Firman menambahkan jika memang reshuffle harus segera dilakukan, Jokowi harus mengetahui apa urgency-nya. "Kalau memang keadaannya sudah mendesak, why not?" ungkapnya.
Sebelumnya, wacana akan adanya reshuffle Kabinet Kerja Joko Widodo semakin menguat. Ada empat nama mengemuka yang disebut akan menggantikan menteri yang dianggap tidak bisa bekerja dan tidak loyal kepada presiden. Reshuffle akan dilakukan bersamaan dengan penggantian pejabat Kepala Badan Intelijen Negara (BIN).
Hal ini diperkuat pernyataan Ketua DPP Partai Hanura Dadang Rusdiana. "Saya melihat Menteri Bappenas, Menteri Perdagangan, Menteri Negara BUMN, dan Menkumham perlu dipertimbangkan untuk di-reshufle," tegas Dadang. Tetapi reshufle ini diakui Dadang belum menjadi keputusan resmi Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dan belum diusulkan pada Presiden Jokowi.