Senin 20 Apr 2015 15:34 WIB

Polisi Ungkap Distribusi 199,5 Ribu Ton Gula tak Sesuai Peruntukan

Rep: rizky jaramaya/ Red: Taufik Rachman
Gula Rafinasi (ilustrasi)
Foto: Corbis
Gula Rafinasi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,AKARTA -- Analis Kebijakan Bidang Tindak Pidana Ekonomi & Khusus Kepolisian Republik Indonesia Kombes Pol Kris Erlangga menemukan indikasi distribusi gula yang tidak sesuai peruntukan sebesar 199,5 ribu ton.

Data tersebut didapatkan berdasarkan hasil verifikasi distribusi gula rafinasi pada 2014 terhadap produsen, distributor, sub distributor, industri makanan dan minuman, pengecer, pasar, dan provinsi.

"Helicopter view memberikan pandangan terhadap persoalan gula kristal rafinasi yakni dari produsen, distribusi, harga, importasi, celah hukum, dan cara kerja mafia gula," ujar Kris di Jakarta, Senin (20/4).

Menurut Kris, gula sebagai barang pengawasan perlu diawasi peredarannya oleh seluruh stakeholder. Ada indikasi bahwa distribusi gula yang tidak sesuai peruntukkan masuk melalui pelabuhan-pelabuhan tikus, sehingga importasi gula perlu dilakukan pengkajian mendalam. Kris mengatakan, kepolisian dapat menerapkan hukum pidana yang efektif dalam menangani penyimpangan distribusi gula kristal rafinasi.     

"Banyak pelabuhan tikus yang menjadi celah masuknya barang ilegak, kami berupaya untuk melakukan penindakan hukum dengan memerangi kejahatannya bukan orang per orang," kata Kris.

Kris mengatakan, kepolisian siap untuk melakukan penegakan hukum terhadap pelaku peredaran maupun aparatur yang melakukan penyimpangan dan terlibat dalam peredaran gula kristal rafinasi ilegal. Masuknya gula kristal rafinasi ilegal ini dapat merugikan petani, pasalnya gula merupakan komoditas strategis dan menyaangkut kesejahteraan masyrakat.

Menurut Kris, untuk memberantas peredaran barang ilegal perlu kerjasama dari seluruh stakeholder dalam mengidentifikaasi dan memberi hukuman bagi para pelaku. Selain itu, harus ada konsistensi dalam mengawasi dan menegakkaan hukum perdagangan ilegal.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement