REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Greenpeace menyerukan kepada Bank Dunia agar berkomitmen mematuhi nasihat mereka sendiri dan mengikuti jalur yang jelas untuk pembangunan rendah karbon.
“Bank Dunia telah menarik dukungan langsungnya untuk pembangkit listrik batubara di dunia kecuali negara-negara miskin, namun secara tidak langsung, mereka justru terus memberikan dukungan untuk setidaknya tiga PLTU bertenaga batubara berkapasitas besar di Indonesia,” ungkap Kepala Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia Arif Fiyanto, Sabtu (18/4).
Dukungan Bank Dunia terhadap Dana Jaminan Infrasruktur Indonesia, yakni pada proyek 2.000MW di PLTU Batang di Jawa Tengah dan dua PLTU di Sumatera Selatan.
Jika Bank Dunia serius untuk pembangunan rendah karbon, ujar Arif, mereka harus segera memastikan bahwa tidak ada dana publik yang digunakan untuk mendukung pengembangan infrastruktur intensif karbon tinggi seperti pembangkit listrik batubara.
Pekan ini, Bank Dunia akan mempertemukan ribuan pejabat pemerintah, organisasi masyarakat sipil, wartawan dan perwakilan sektor swasta untuk berdiskusi tentang pekerjaan dan implikasi Bank Dunia untuk pembangunan.
Dengan negosiasi iklim PBB untuk membuat kesepakatan global di Paris Desember ini, Bank Dunia akan memimpin dunia ke jalur pembangunan rendah karbon.
"Jika kita tidak mengatasi perubahan iklim, tidak akan ada harapan untuk mengakhiri kemiskinan,” ujar Presiden Bank Dunia Jim Yong Kim, beberapa waktu lalu.
Melalui empat operasi pinjaman kebijakan infrastruktur Bank Dunia senilai 850 juta dolar AS, Indonesia mendirikan Dana Penjaminan Infrastruktur Indonesia (the Indonesia Infrastructure Guarantee Fund/IIGF) dan Undang-Undang tentang Pembebasan Lahan tahun 2012 untuk mendukung model pembangunan berbasis pada kemitraan publik-swasta (PPP).
IIGF memberikan jaminan pemerintah 34 juta dolar AS untuk pembangkit listrik bertenaga batubara di Batang, Jawa Tengah.