Jumat 17 Apr 2015 16:30 WIB

​IWAPI Nilai Pemerintah Minim Perhatian pada Pengusaha

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Satya Festiani
(dari kiri) Ketua Umum Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (Iwapi) Nita Yudi, Komite Tetap Peningkatan Pengunaan Produksi Dalam Negeri Kadin Handito Joewono, Ketua Pelaksana Iwapi Ira Sofyan berbicara dalam konfrerensi pers OECD Southeast Asia Regional Forum
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
(dari kiri) Ketua Umum Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (Iwapi) Nita Yudi, Komite Tetap Peningkatan Pengunaan Produksi Dalam Negeri Kadin Handito Joewono, Ketua Pelaksana Iwapi Ira Sofyan berbicara dalam konfrerensi pers OECD Southeast Asia Regional Forum

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Ikatan Pengusaha Wanita Indonesia (IWAPI) menilai pemerintah m​asih sangat minim memberikan dukungan terhadap pengusaha-pengusaha di Indonesia.

"Dari pemerintah keliatannya masih kurang mendukung. Karena, contoh kita bisa lihat sendiri, bunga bank masih cukup tinggi," kata Ketua Umum IWAPI, Nita Yudi dalam acara pelantikan kepengurusan DPD IWAPI Provinsi Sumbar di Padang, Sumatra Barat (Sumbar), Jumat (17/4).

Ia menjelaskan, di Thailand suku bunga kredit untuk pelaku UKM hanya dua persen.  ​Sementara di Indonesia, ujar dia, masih berada di angka 14 persen. ​Saat ini IWAPI terus mengupayakan agar suku bunga di Indonesia terus turun, bahkan di bawah lima persen.

"At least, itu salah satu dukungan pemerintah untuk para UKM," ujar Nita.

Selain itu, kondisi fluktuasi BBM menurut dia kurang menguntungkan bagi pelaku UKM. Terlebih TDL yang diperkirakan akan naik. "Ini keluhan kami kepada pemerintah, untuk segera diantisipasi. Bagaimana kami mau berdaya saing kalau keadaan tak ditunjang," tutur dia.

Selain itu, kata Nita, kebijakan pemerintah yang masi​h melarah sejumlah kegiatan ASN di hotel sangat melemahkan pengusaha perhotelan. Anggota IWAPI yang bergerak di sektor perhotelan harus mencari 1001 cara agar usahanya tidak gulung tikar.

"Banyak sekali anggota kami yang bergerak di bidang perhotelan. Kami (terus) ​push juga pemerintah untuk dapat menghapus larangan tersebut," ungkap Nita.

Menurut dia potensi usaha di Indonesia sangat beragam, mencakup semua sektor. Untuk bersaing di era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015, Indonesia harus pintar menunjukan ciri khasnya. Dalam bidang kuliner, Indonesia sangat mampu bersaing. Namun untuk packaging, harus ada pembinaan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement