Kamis 16 Apr 2015 20:45 WIB

Ini Enam Poin Hasil Rapat Komisi II dan Menteri Ferry

Rep: C84/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Menteri Agraria dan Tata Ruang, Ferry Mursyidan Baldan.
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Menteri Agraria dan Tata Ruang, Ferry Mursyidan Baldan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menggelar rapat kerja dengan Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/ Kepala BPN Ferry Mursyidan Baldan. Pertemuan yang terkait persoalan lahan tersebut juga dihadiri Direktur Jenderal Planologi Kehutanan  Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bambang Soepijanto dan perwakilan dari Kementerian Dalam Negeri.

Dalam rapat kerja tersebut, menghasilkan enam kesimpulan yang telah disepakati bersama untuk mengatasi persoalan tersebut. Pertama, Komisi II menekankan perlunya koordinasi dan implementasi yang disertai dengan adanya petunjuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk teknis (juknis). Sehingga penyelesaian sengketa tanah dan konflik pertanahan tidak merugikan masyarakat dengan tetap mengedepankan hak kepemilikan rakyat atas tanah.

Kedua, Komisi II mendorong pemerintah untuk segera menyelesaikan peraturan pelaksanaan 9 urusan pertanahan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah. Wakil Ketua Komisi II Lukman Edi mengatakan juklak dan juknis yang terkait dengan 9 kewenangan pemerintah daerah atas pertanahan hingga kini belum ada.

"Nah kita dorong adanya juklak dan juknis, karena salah satu sumber konflik itu ialah konflik vertikal antara pemerintah daerah (pemda) dengan pemerintah pusat, apa yang menjadi kewenangan pemda dan pusat harus jelas," ujarnya.

Dalam poin ketiga, Komisi II dengan pemerintah sepakat untuk membentuk UU Pertanahan dan menyelesaikannya pada tahun 2015.

Lukman menyatakan keyakinannya revisi UU Pertanahan akan selesai pada tahun ini, namun sambil menunggu adanya revisi UU tersebut, pihaknya akan terus mendorong juklak dan juknis yang mengatur tentang sembilan kewenangan pemda lahir lebih dulu.

Keempat, Komisi II meminta kepada Kementerian ATR, Kemendagri, dan KLH, agar segera melakukan singkronisasi terkait rencana tata ruang wilayah sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan.

Dalam poin kelima, Komisi II mendorong Kementerian ATR untuk melaksanakan penataan politik hukum pertanahan khsususnya tentang hak komunal untuk melindungi masyarakat. Selain itu juga menerbitkan regulasi tentang reforma agraria tidak hanya untuk masyarakat pedesaan tapi juga untuk masyarakat perkotaan terutama kaum miskin kota.

Yang terakhir, Komisi II meminta kepada Kementerian ATR untuk lebih memaksimalkan peran mediasi penyelesaian konflik sehingga penanganan penyelesaian konflik pertanahan dapat segera diselesaikan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement