Kamis 16 Apr 2015 20:20 WIB

DPR Pernah Tolak Pembelian Pesawat F16 yang Jatuh di Halim

Rep: C82/ Red: Bayu Hermawan
Sejumlah prajurit TNI AU melakukan proses evakuasi badan pesawat tempur F16 yang terbakar di ujung landasan pacu Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Kamis (16/4). (Republika/Edwin Dwi Putranto)
Sejumlah prajurit TNI AU melakukan proses evakuasi badan pesawat tempur F16 yang terbakar di ujung landasan pacu Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Kamis (16/4). (Republika/Edwin Dwi Putranto)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi I DPR, Tubagus (TB) Hasanuddin mengatakan jika pesawat F16 dengan tail number TS-1643 yang jatuh di Bandara Halim Perdana Kusuma, Jakarta Timur, pada Kamis (16/4) pagi, merupakan pesawat bekas pakai yang dibeli dari Amerika Serikat.

Bahkan, TB Hasanuddin mengungkapkan jika Komisi I DPR sebelumnya sempat menolak pembelian pesawat itu, pada saat pemerintahan presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

"F16 ini merupakan pengadaan terbaru setelah saya melihat nomor ekornya, itu sempat kita tolak mati-matian. Kenapa beli yang bekas padahal kita inginkan beli yang baru," katanya di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (16/4).

Ia melanjutkan, dalam pembahasan dulu, Komisi I sempat mengusulkan agar dana sebesar 650 juta dolar Amerika digunakan untuk membeli pesawat F16 tipe terbaru, yaitu F16 blok 60.

Bahkan, lanjutnya, ada penambahan anggaran untuk pembelian tersebut menjadi 800 juta dolar Amerika. Sayangnya, pemerintah tidak mau mengikuti usulan tersebut dengan alasan selisih jumlah pesawat yang dapat dibeli.

"Kita mati-matian ingin membeli yang canggih agar ada efek deterence yang tinggi dengan F16 blok 60 itu. Kalau beli pesawat paling bagus di Asia ini kita dapat 6 buah dengan persenjataan lengkap. Tapi Kepala Staff Angkatan Udara ketika itu tidak setuju dan sudah minta tanda tangan Menhan dan Presiden untuk beli yang bekas dan dapat 24 pesawat," jelasnya.

Politikus PDIP itu mengatakan, F16 yang dibeli tersebut merupakan pesawat bekas patroli daerah dan bukan yang digunakan sebagai alat tempur. Ia pun mengungkap kekurangan pesawat tersebut.

"Pada 5 Oktober 2014 pesawat itu datang empat buah, dua di antaranya sudah ada keretakan, konon tidak bisa take off, bahkan tidak ada parasut pengerem," ujarnya.

TB Hasanuddin menambahkan, pemerintah perlu memeriksa ulang dan menginvestigasi pesawat-pesawat yang baru dibeli tersebut.  "Jangan lagi beli pesawat yang di-direct rekanan, karena yang diomongin cuma untung terus. Sebagian pesawat bekas keberadaannya masih di AS itu harus dicek ulang," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement