REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Organisasi Kesejahteraan Rakyat (Orkestra), Poempida Hidayatulloh mengatakan eksekusi mati Siti Zaenab harus menjadi cermin perbaikan bagi mekanisme perlindungan TKI ke depan secara totalitas.
"Mulai dari persiapan penempatan, proses penempatan dan saat penempatan aspek perlindungan harus dilakukan dengan strategi double shields," ujar mantan Wakil Ketua Timwas TKI DPR Poempida Hidayatulloh dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (15/4).
Menurut dia, Tenaga Kerja Indonesia (TKI) harus terlindungi secara hukum dan terlindungi secara mental.
Ia mengatakan jika secara mental TKI kuat pada dasarnya akan memberikan ketahanan tersendiri bagi si TKI untuk menghadapi berbagai tekanan yang dihadapinya.
"Jelas ini menjadi basis perlindungan tersendiri bagi si TKI. Sehingga dia dapat terhindar dari berbagai potensi masalah hukum yang senantiasa dapat terjadi," kata dia.
Sementara itu, dalam konteks perlindungan hukum, basis-basis pembelaan hukum harus dilakukan secara maksimal. Tentunya dengan menggunakan pengacara-pengacara yang benar-benar peduli dalam melakukan pembelaan.
"Sungguh aneh jika pengacara Siti Zaenab yang mendampingi kasusnya kemudian tidak mengetahui eksekusi hukuman mati yang bersangkutan," katanya.
Ia mengutarakan, secara praktik legal di mana pun, eksekusi hukuman dalam bentuk apa pun harus ada pemberitahuan kepada si pengacara yang melakukan pembelaan. KBRI Riyadh harus segera mempelajari dan mengevaluasi peran si pengacara dalam hal ini.
"Jangan sampai pengacara yang sama tetap dipakai dan melakukan pembelaan secara tidak maksimal," ujarnya.