Selasa 14 Apr 2015 16:42 WIB

'Bukan Tempatnya Parpol Mengkritisi Luhut'

Ketua panitia Nasional Konferensi TIngkat Asia Afrika, Luhut Binsar Panjaitan menemui Ketua Dewan Perwakilan Rakyat saat tiba di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (2/4).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Ketua panitia Nasional Konferensi TIngkat Asia Afrika, Luhut Binsar Panjaitan menemui Ketua Dewan Perwakilan Rakyat saat tiba di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (2/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik dari Populi Center, Nico Harjanto menilai penolakan partai politik atas posisi Kepala Staf Kepresidenan Luhut Binsar Pandjaitan, sangat berlebihan. Ia pun juga menilai penolakan tersebut tidak pada tempatnya.

"Kalau partai politik menolak staf presiden, itu berlebihan, tidak pada tempatnya, karena presiden dan wapres memiliki hak prerogratif dalam memilih," kata Nico, Selasa (14/4).

Dia mengatakan, kemenangan Presiden dan Wakil Presiden Jokowi-JK dalam Pilpres lalu, merupakan kerja bersama antara partai politik, relawan dan banyak aktor lain. Sehingga, lanjutnya, tidak tepat jika partai politik menempatkan diri sebagai pemegang saham terbesar pemerintahan.

Sedangkan berkaitan dengan isu perombakan kabinet yang belakangan juga bergulir, menurut Nico, perombakan itu harus dilandasi faktor evaluasi kabinet yang pernah dijanjikan Jokowi akan dilakukan setiap enam bulan sekali. Reshuffle, sambungnya, bukan atas dasar desakan dari pihak manapun.

Posisi Kepala Staf Kepresidenan Luhut Binsar Pandjaitan belakangan kembali menjadi sorotan, karena dianggap memiliki kewenangan yang tumpang tindih dengan pejabat lain di lingkaran Istana Negara.

Langkah Luhut ikut memimpin persiapan penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika pun disebut-sebut sejumlah pihak mengambil alih pekerjaan Menteri Luar Negeri. Seiring dengan itu Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dalam Kongres ke-IV PDIP juga sempat memperingatkan adanya penumpang gelap dalam pemerintahan. Namun Megawati tidak spesifik mengarahkan pernyataannya kepada siapa.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement