REPUBLIKA.CO.ID, SERPONG -- PT Dirgantara Indonesia (Persero) kini mulai melakukan riset untuk mengembangkan pesawat berkapasitas 50 penumpang N245 setelah merampungkan pengembangan pesawat N219.
"N245 benar inisiasi Presiden Joko Widodo yang datang ke PT DI dan meminta agar dikembangkan pesawat dengan pasar 50 penumpang. Dia menekankan soal pasar, pesawat yang dikembangkan harus sesuai dengan permintaan pasar," kata Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia (Persero) Budi Santoso disela-sela pelaksanaan Forum Inovasi Nasional (NIF) 2015 di Puspiptek, Serpong, Tangerang Selatan (Tangsel), Senin (13/4).
Pesawat N245, menurut dia, dikembangkan untuk bisa bersaing dengan ATR42 dan Q300, serta dirancang untuk memenuhi kebutuhan transportasi udara dengan jarak tempuh 100 hingga 250 nano meter (nm) yang selama ini banyak dilayani oleh pesawat ATR42 dan ATR72.
PT Dirgantara Indonesia, lanjutnya, sengaja tidak mengembangkan pesawat berkapasitas hingga 100 penumpang mengingat persaingan di kelas tersebut cukup berat. "Sukhoi sudah kembangkan yang 80--100 penumpang. Jepang juga kembangkan pesawat berpenumpang sama, lalu kenapa kita masih mau kembangkan pesawat (berkapasitas) yang sama?".
Saat ini, ia mengatakan pesawat masuk tahap riset pengembangan. Meski demikian 70 persen riset telah rampung dikerjakan karena pada bagian sayap dan badan pesawat menggunakan teknologi sama dengan pesawat N235.
"Sayap pesawat N235 sudah proven, mampu mengangkat hingga 23 ton. Begitu pula bagian badan pesawat, tinggal disesuaikan saja panjangnya, yang harus dirampungkan risetnya justru bagian ekor pesawat," kata Budi.
Kenyamanan penumpang menjadi perhatian PT Dirgantara Indonesia (Persero) dalam mengembangkan N245. Karena itu, menurut dia, interior pesawat termasuk kapasitas kabin menjadi menjadi bahan diskusi pertama yang diselesaikan.
Yang jelas, menurut dia, paradigma PT Dirgantara Indonesia dalam mengembangkan sebuah pesawat tidak lagi mengacu pada riset teknologi tinggi, tetapi justru bagaimana pesawat yang dikembangkan nyaman digunakan dan memberi keuntungan bagi bisnis para pengusaha.
"Kami tidak lagi membuat riset dengan teknologi tinggi tapi tidak dipakai. Sebuah produk yang disiapkan mampu membuat peengusaha mencapai target bisnis itu yang kami harapkan," ujar dia.
Alasan lain PT Dirgantara Indonesia tidak mengembangkan pesawat baru karena dengan menggunakan komponen yang telah ada maka biaya produksi prototipe pesawat N245 tidak lagi mencapai 1,5 hingga dua miliar dolar AS tetapi hanya mencapai 150 juta dolar AS saja.