REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Tasikmalaya, Achef Noor Mubarok mengatakan, banyaknya perkara perceraian sudah mejadi gejala nasional. Menurutnya, tidak hanya terjadi di Tasikmalaya saja.
Banyaknya perceraian yang disebabkan oleh faktor ekonomi, menurut Achef, dalam ajaran Islam dianjurkan menikah bagi orang yang telah mampu. Dalam artian mampu menafkahi istri dan mendidik anak-anaknya. Jika memang belum mampu, sebaiknya berpuasa sambil berusaha.
Achef menjelaskan, untuk menekan banyaknya perkara perceraian, pemerintah harus bisa memberikan lapangan pekerjaan bagi warganya. Saat ini mencari pekerjaan cukup sulit. Tentu hal tersebut dapat mendorong terjadi perceraian yang disebabkan oleh faktor ekonomi.
Menurutnya, sebelum pernikahan juga memang sebaiknya ada pendidikan tentang berumah tangga. Sebab pembentukan nasional itu dari rumah tangga. Generasi yang dibesarkan dikeluarga yang harmonis hasilnya akan baik. Achep menegaskan, memang sebaiknya ada pendidikan berumah tangga di sekolah.
"Kalau pendidikan sex education itu dihawatirkan anak-anak malah akan menjadi semakin penasaran," ujar Achef.
Di Kabupaten Tasikmalaya, perkara perceraian juga sebagian besar disebabkan karena faktor ekonomi. Di tahun 2014, pengadilan agama Kabupaten Tasikmalaya mencatat sebanyak 3.266 perkara perceraian yang terima. Sebanyak 2.336 perkara diantaranya disebabkan karena faktor ekonomi.
Menurut Endang, pengadilan agama sebenarnya sudah menjadi penengah. Biasanya berusaha mendamaikan pasangan yang mengajukan perceraian. Ia mengaku, pengadilan tidak asal dan langsung memutuskan perkara saja.
Endang menjelaskan, untuk menekan angka perceraian yang cukup tinggi. Pengadilan agama juga telah mengadakan penyuluhan hukum kepada masyarakat di kelurahan-kelurahan. Hal tersebut dilakukan supaya kesadaran hukum di masyarakat semakin baik.