Senin 13 Apr 2015 02:15 WIB

Buka Penyelidikan Baru Century, KPK Jangan Lupakan Kasus Lain

 Sejumlah massa berunjuk rasa menuntut penuntasan kasus BLBI di depan Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Senin (12/5). (Republika/Aditya Pradana Putra)
Sejumlah massa berunjuk rasa menuntut penuntasan kasus BLBI di depan Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Senin (12/5). (Republika/Aditya Pradana Putra)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka kemungkinan penyelidikan baru dugaan korupsi proses dana talangan Bank Century menyusul keputusan Mahkamah Agung (MA) yang memperberat vonis terhadap Budi Mulya menjadi 15 tahun.

Aktivis Marwan Batubara menyambut baik wacana tersebut. Hanya saja, menurutnya, KPK tidak boleh lupa dengan kasus-kasus lainnya.

"Silakan saja. Jika ada pelaku yang terlibat harus diproses. Tapi saya ingin ingatkan agar penanganan terhadap semua kasus besar harus adil. Misalnya, kasus BLBI, itu juga harus ditangani," kata Marwan di Jakarta, Ahad.

Dikatakanya, KPK sudah memiliki bukti yang cukup banyak terkait penanganan kasus BLBI. Namun hingga saat ini, menurutnya proses penanganan kasus seperti terhenti.

"KPK sudah memanggil banyak saksi, sudah mengumpulkan banyak bukti, dan indikasi kerugian negara sangat kuat. Bahkan, Ketua KPK lama Abraham Samad menyatakan siap menuntaskan kasus itu tahun ini. Kok sekarang seperti berhenti begitu saja," kata Marwan.

Hal senada dilontarkan Taufik Riyadi dari Pusat Advokasi dan Studi Indonesia (PAS Indonesia). Ia melihat para obligor BLBI tengah berupaya memanfaatkan berbagai momentum untuk dapat menghilangkan kewajibannya, atau memutihkan kasus termasuk mengakuisisi kembali (buyback) aset-aset yang dulu dijaminkan melalui mekanisme hukum.

"Proses divestasi aset BLBI masih terus berjalan dibawah pengelolaan PT PPA. Upaya para obligor BLBI untuk menguasai kembali aset-aset ditenggarai masih terus dilakukan secara masif dan sistematis. Kesemua cara yang ditempuh ini diyakini akan dilalui dengan memanfaatkan celah hukum yang ada, baik secara perdata maupun pidana," terangnya.

Ia menyebut Marimutu Sinivasan yang saat ini berperkara di pengadilan terkait aset yang dimiliknya dimasa lalu. Kemudian penguasaan kembali PT Gajah Tunggal oleh Sjamsul Nursalim.

"Karena itu dalam mengantisipasi perilaku pengemplang utang ini, sudah saatnya bagi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan pemangku kepentingan lainnya dalam Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK) mulai mempertimbangkan mengeluarkan daftar hitam para konglomerat yang ditengarai bermasalah dalam sektor keuangan," ujar Taufik Riyadi dalam pernyataan tertulis. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement