REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Prof Dr Ziti Zuhro mengatakan hilangnya kader muda dan sosok pembaharu dalam susunan kepengurusan PDI-P 2015-2020, akan memupuskan harapan PDI-P sebagai rumah yang demokratis.
"Keinginan mereka untuk menjadikan PDI-P sebagai rumah yang demokratis, yang teduh bagi kader dan mengamalkan prinsip-prinsip demokrasi (transparansi dan akuntabel) bisa jadi akan pupus dengan tereliminasinya sosok-sosok pembaharu seperti Eva Sundari, Marurar Sirait, Riekediah Pitaloka tersebut," kata peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Prof Dr Ziti Zuhro, MA di Jakarta, Ahad (12/4).
Sebelumnya Ketum DPP PDI-P Megawati Soekarno Putri yang terpilih lagi secara aklamasi, telah mengumumkan sususan jajaran pimpinan DPP. Namun ada beberapa nama kader potensial seperti Maruarar Sirait, Rieke Diah Pitaloka, Eva Kusuma Sundari dan Pramono Anung yang tersingkir.
Mereka tak masuk lagi dalam susunan pengurus Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI Perjuangan hasil Kongres IV di Bali.
Menurut Siti Zuhro, prospek PDI-P pasca-Kongres IV di Sanur, Bali, akan sangat tergantung pada seorang sosok Ketua Umum Megawati Soekarnoputri.
"Karena pengaruh Megawati sangat besar. Dia menjadi sosok sentral dan satu-satunya patron di PDIP. Dengan realitas PDIP seperti itu, masa depan partai akan ditentukan kepemimpinan oleh Megawati, apakah PDIP akan semakin diminati di pemilu/pilkada atau justru sebaliknya ditinggalkan pemilihnya. Apalagi kalau PDI-P dianggap tidak mengakomodasi kader-kader vokalnya yang sejauh ini dinilai positif ikut membangun partai," katanya.
Sebagai partai kader, lanjut Siti Zuhro, PDI-P seharusnya bisa menjadi rumah yang teduh bagi semua kadernya, tanpa ada yang merasa ditinggalkan atau disingkirkan.
Tak pengaruhi soliditas