REPUBLIKA.CO.ID, NAIROBI -- Pemerintah Kenya mendesak PBB untuk memindahkan kamp pengungsian yang berisi lebih dari setengah juta pengungsi Somalia, di wilayah dekat perbatasan. Permintaan Kenya ini sebagai respon atas pembantaian yang menewaskan 148 orang di Universitas Kenya, oleh militan bersenjata Somalia.
Aljazirah melaporkan pada Sabtu (11/4), Kenya memberikan waktu tiga bulan pada PBB untuk memindahkan kamp tersebut kembali ke Somalia. Pihak berwenang Kenya telah lama menuduh adanya militan yang bersembunyi di kamp-kamp pengungsian tersebut.
"Kami telah meminta UNHCR (badan pengungsi PBB) untuk merelokasi para pengungsi dalam waktu tiga bulan" kata Wakil Presiden William Ruto dalam sebuah pernyataan pada Sabtu (11/4).
Ruto memperingatkan, jika PBB gagal memindahkan kamp tersebut dalam waktu tiga bulan maka mereka akan melakukannya sendiri. Langkah tersebut menurut Ruto diambil untuk mengamankan perbatasannya dengan Somalia.
Ruto menambahkan, Kenya telah mulai membangun dinding di perbatasannya dengan Somalia sepanjang 700 km. Ini dilakukan untuk mencegah militan al-Shabaab memasuki Kenya.
"Kita harus mengamankan negara ini meski harus di bayar dengan apapun, bahkan jika kita harus kehilangan kerjasama dengan Somalia," ungkah Ruto.
Kamp yang terletak di timur laut Kenya tersebut, kali pertama didirikan pada tahun 1991 saat perang saudara pecah di Somalia. Selama bertahun-tahun kamp itu telah menerima pengungsi yang melarikan diri dari konflik. Kini kamp telah menjadi rumah bagi sekitar 600 ribu pengungsi Somalia.
Salah seorang profesor hubungan internasional di USIU-Afrika mengatakan, pemindahan ratusan ribu pengungsi melintasi perbatasan merupakan permintaan yang berlebihan. Tapi ia tak memungkiri, tempat tersebut merupaka tempat teraman bagi militan al-Shabaab bersembunyi, setelah diusir pasukan Uni Afrika dalam beberapa tahun terakhir.
"Kenya berada disituasi darurat. Setiap negara memiliki kewajiban menjaga warganya terlebih dulu," katanya.