Jumat 10 Apr 2015 19:00 WIB

Terkait Pemblokiran Situs, Pemerintah Harus Bisa Instropeksi Diri

Rep: Rahmat Fajar/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Saud Usman Nasution (kiri) bersama Ketum PBNU Said Aqil Siroj menjadi pembicara dalam diskusi Respon NU terhadap Situs Radikal di gedung PBNU, Jakarta Pusat, Jumat (10/4).
Foto: Antara/Fanny Octavianus
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Saud Usman Nasution (kiri) bersama Ketum PBNU Said Aqil Siroj menjadi pembicara dalam diskusi Respon NU terhadap Situs Radikal di gedung PBNU, Jakarta Pusat, Jumat (10/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Umum PBNU, As'ad Said Ali, menilai, Pemerintah harus bisa melakukan instropeksi diri terkait adanya pemblokiran situs-situs media Islam. Namun, As'ad mengappresiasi langkah pemerintah untuk melakukan upaya pemblokiran situs-situs yang dianggap menyebarkan paham radikal. Terutama yang secara terang-terangan mendukung paham yang dianut kelompok Islamic State of Iraq and Syria (ISIS).

As'ad pun mengakui, dari 19 situs media islam yang diblokir pemerintah lewat Dirjen Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), ada beberapa situs yang seharusnya tidak diblokir. Untuk itu, As'ad pun meminta pemerintah untuk kembali membuka situs-situs yang terbukti tidak menyebarkan atau memuat paham-paham radikal dan melakukan instropeksi diri.

''Pemerintah juga jangan menutup mata, (situs) yang tidak terbukti, ya harus dibuka kembali, karena ini hak manusia untuk berpendapat dan berekspresi. Ini mungkin baru awal, tapi harus ada instropeksi diri, terutama di pihak pemerintah dan aparat keamanan,'' ujar As'ad, Jumat (10/4).

As'ad menambahkan, sebenanrnya masih banyak situs-situs yang secara terang-terangan mendukung gerakan ISIS, namun situs-situs ini malah tidak diblokir oleh pemerintah. Mantan Wakil Kepala BIN itu pun menyebut sejumlah situs-situs tersebut, yaitu situs-situs yang dimiliki Abdurahman seperti  Ansarutdaulah, Daulah Ibrahim, kemudian ada pula Jihadologi, Azzam Blog, dan Al Busro.

Secara khusus, As'ad mengakui, memang harus ada Undang-Undang yang mengatur secara jelas mengenai pemblokiran situs-situs bermuatan negatif, terutama yang menyebarkan paham-paham radikalisme. Pemblokiran itu tidak hanya cukup dengan menggunakan Peraturan Menteri (Permen) Kemenkominfo No.19/2014, tapi harus diperkuat dengan adanya Undang-Undang. ''Ya jalannya, ya harus ada peraturan perundang-undangan yang mengatur itu tadi,'' lanjut As'ad.

Kendati begitu, As'ad mengungkapkan, pro-kontra yang hadir pasca keputusan pemerintah memblokir situs-situs media islam tersebut jangan malah melunturkan semangat untuk terus melakukan pemantauan dan pemblokiran terhadap situs-situs bermuatan negatif. ''Jangan mematikan semangat bela negara. Pemblokiran ini kan baru pertama kali, yang penting pemerintah jangan menutup mata, karena itu penting dalam mendukung perang terhadap ISIS,'' tuturnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement