Kamis 09 Apr 2015 15:06 WIB

BNPT: Harus Ada Aturan Hukum Anti-ISIS

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Bilal Ramadhan
  Sesepuh NU Hasyim Muzadi (kedua kiri) tampil sebagai pembicara pada Deklarasi Penolakan ISIS di Jabar di Graha Bhayangkara, Jl Cicendo, Kota Bandung, Kamis (9/4).
Foto: Republika/Edi Yusuf
Sesepuh NU Hasyim Muzadi (kedua kiri) tampil sebagai pembicara pada Deklarasi Penolakan ISIS di Jabar di Graha Bhayangkara, Jl Cicendo, Kota Bandung, Kamis (9/4).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Semua masyarakat, termasuk ulama telah menolak tegas ideologi ISIS. Namun hal ini dinilai belum cukup untuk menutup pergerakan ISIS di Indonesia.

"Yang jelas di Indonesia ini harus ada hukum yang pasti terhadap mereka yang berideologi seperti itu," ujar Direktur Pembinaan kemampuan BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Teroris), Rudy Sufahriadi, kepada wartawan, Kamis (9/4).

Rudy mengatakan, aturan hukum berupa Undang-Undang anti ISIS ini punya arti penting agar bisa menghukum seseorang yang pergi ke luar negeri untuk bergabung dengan ISIS. Jika tidak ada aturan hukum, maka akan sangat sulit membendung pergerakan ISIS. Para penegak hukum juga tidak bisa bertindak tegas kepada para anggota ISIS.

"Mereka disana udah bunuhin orang dan bisa bikin bom, begitu pulang kesini eh kita cuma bisa bilang jangan nakal. Cuma bisa gitu aja, padahal kita sudah setengah mati," katanya.

Menurut Rudy, pihaknya tidak bisa campur tangan langsung dan hanya bisa menyerahkan penerbitan aturan hukum anti ISIS kepada pihak berwenang, dalam hal ini pemerintah dan DPRD. Adapaun BNPT sendiri hanya bisa mengajukan dan menyampaikan usulan bahwa Indonesia butuh aturan hukum anti ISIS.

"Insya Allah mudah-mudahan sudah ada arah kesana," katanya.

Selain kebutuhan aturan hukum, jumlah data orang Indonesia yang bergabung dengan ISIS masih sangat lemah. Sebab, pergerakan ISIS sulit terlihat. "Enggak ada angka yang pasti, ada yang bilang 200 orang, ada yang bilang 500 orang tapi itu cuma bisa perkiraan saja," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement