REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Konsumsi pertamax meningkat pascakenaikan harga premium sebesar Rp 500 per liter. Hal ini diungkapkan External Relations PT Pertamina Marketing Operation Regional Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta Robert MV Dumatubun.
"Ada kenaikan konsumsi pertamax sebesar 7 persen akibat kenaikan harga premium dari Rp 6.900 per liter menjadi Rp 7.400 per liter," katanya di Semarang, Selasa (7/4).
Menurutnya, pada periode Januari hingga Maret, konsumsi pertamax untuk wilayah Jateng-DIY mencapai 92.980 kiloliter (KL). Sebelumnya Pertamina menargetkan konsumsi pertamax 87.280 KL.
"Dengan penerapan harga keekonomian untuk BBM jenis premium ini berdampak pada harga menjadi berfluktuasi, kadang naik dan kadang mengalami penurunan, ini yang mengakibatkan masyarakat tertarik untuk berpindah ke pertamax," katanya.
Menurutnya, penerapan harga keekonomian artinya komoditas tersebut tidak lagi disubsidi oleh pemerintah dan mengikuti kondisi pasar yang sedang terjadi. Konsekuensinya, sewaktu-waktu komoditas tersebut dapat mengalami kenaikan maupun penurunan harga.
Meski demikian, untuk konsumsi premium juga mengalami peningkatan meski tidak sebesar pertamax. Untuk premium peningkatan konsumsinya mencapai 2 persen. Target awal konsumsi premium mencapai 815.570 KL, sedangkan realisasi pencapaian sebesar 831.536 KL.
Menurutnya, kenaikan konsumsi BBM nonsubsidi baik pertamax maupun premium merupakan indikasi dari tumbuhnya perekonomian dan jumlah penduduk di Jateng-DIY.
Selanjutnya, jika dibandingkan dengan pertamax dan premium, BBM jenis solar mengalami fluktuasi yang cukup signifikan. Untuk bulan Januari konsumsi solar wilayah Jateng-DIY mencapai 144.028 KL, bulan Februari mencapai 132.371 KL, dan bulan Maret mencapai 151.310 KL.
Sementara itu, meski pertamax sudah mulai mengalami kenaikan konsumsi dan premium tidak lagi disubsidi, Robert mengaku hingga saat ini Pertamina masih merugi akibat subsidi BBM.
"Penghapusan subsidi BBM jenis premium hanya berlaku di Jawa, Madura, dan Bali, sedangkan daerah lain masih menerima subsidi premium. Selain itu, untuk solar juga masih disubsidi dan ini berlaku di seluruh daerah di Indonesia, ini yang mengakibatkan Pertamina masih merugi," katanya.