REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG -- Tawuran antar pelajar SMK Yuppentek dengan SMK PGRI 2 di Tangerang, Senin (6/4) menewaskan satu korban jiwa.
Terkait hal tersebut, pengamat pendidikan Arief Rahman Hakim meminta sekolah yang bertikai juga medapat hukuman atas kelalainnya tersebut.
"Kita harus super ketat, ini negara kemanusiaan yang beradab bukan kemanusiaan yang biadab," tegasnya saat dihubungi Republika, Selasa (7/4) di Tangerang.
Ia mendesak pemerintah melaui dinas terkait segera mencopot jabatan kedua kepala sekolah lembaga yang bertikai itu. Sebab, kata Arief, sekolah memiliki peran dalam pembentukan karakter siswa.
Arief menjelaskan untuk menghindari tawuran sekolah seharusnya proses pendidikan di sekolah tersebut diperbaiki. Lanjutnya, perbaikan tersebut bisa dimulai dengan menambah kegiatan lain di luar aktifitas belajar mengajar.
Ia menjelasan pelajar SMA atau SMK itu tengah memiliki enerji lebih. Arief mengatakan sekolah seharunya mengadakan kegiatan olahraga atau kesenina sebagai penyalur enerji bagi siswa.
"Supaya gak nongkrong," ujarnya.
Seperti diketahui, Ahmad Arifin (17) seorang siswa SMK PGRI 2 menglami luka bacok di bagian wajah akibat tawuran. Meski sempat mendapatkan pertolongan medis di RSU Kota Tangerang, nahas nyawa Ahmad tak bisa diselamatkan.
Kapolsek Tangerang, Kompol Bambang Gunawan mengungkapkan korban dilarikan kerumah sakit dengan keadaan samurai masih menancap di alis. "Korban dikeroyok dan dibacok dengan samurai mengenai bagian alis mata kanan," jelasnya.
Bambang menjelaskan tawuran antar pelajar SMK Yuppentek dengan SMK PGRI 2 itu terjadi sekitar pukul 14.00 WIB. Jelas Bambang, saat itu korban bersama teman-temannya sedang nongkrong di taman Cikokol sebelum diserang rombongan SMK Yuppentek.
Lanjut Bambang, saat ini, polisi masih menyelidiki kasus tersebut dan meminta keterangan dari dua teman korban yang saat itu berada di lokasi, Alfian Dwi Cahyo (16) dan Wahyu Ramadhani (17). Saat ini, terang Bambang, kepolisian baru mengamankan barang bukti berupa samurai.