REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaringan sistem teknologi informasi milik Komisi Pemilihan Umum (KPU) pernah mengalami percobaan peretasan pada saat rekapitulasi perolehan suara Pilpres berlangsung.
"Pernah waktu itu ada yang mencoba 'masuk' dengan membuat sistem 'blocking' terhadap jaringan kami. Banyak sekali, termasuk dari Cina juga," kata Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay di sela-sela simulasi pilkada di Gedung KPU Pusat, Selasa (7/4).
Peristiwa itu terjadi pada saat proses rekapitulasi di hari yang sama dengan pemungutan suara Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2014.
Dia menjelaskan peretasan tersebut menyebabkan pihak luar tidak dapat mengakses data-data hasil rekapitulasi, namun operator internal KPU Pusat masih dapat mengoperasikan data-data tersebut.
"Jadi, karena di'block' itu, kami yang di dalam masih bisa mengoperasikan dan mengerjakan data-data itu. Hanya saja pihak luar yang ingin mengunduhnya kesulitan untuk masuk," tambahnya.
Namun, kejadian tersebut tidak berlangsung lama dalam kurun waktu kurang dari 1x24 jam "blocking" tersebut berhasil diatasi dan bekerja seperti sediakala.
Sementara itu, terkait isu penyedotan data yang akhir-akhir ini muncul, Hadar menjelaskan semua pihak bisa mengambil data hasil rekapitulasi perolehan suara karena data tersebut bersifat terbuka.
"Dalam rekapitulasi itu kami tidak menggunakan sistem 'online' (daring), semuanya manual mulai dari tingkat TPS (tempat pemungutan suara) hingga ke Pusat. Bahwa hasilnya kemudian kami umumkan secara 'online' itu memang iya," jelasnya.
Pengambilan data terbesar dilakukan oleh kawalpemilu.org yang mengunduh data salinan Formulir C1 dari ratusan ribu tempat pemungutan suara untuk dilakukan penghitungan.