REPUBLIKA.CO.ID,MATARAM -- Kepala Divisi Hukum dan Advokasi Lembaga Perlindungan Anak (LPA), Nusa Tenggara Barat Joko Jumadi mengatakan kekerasan seksual terhadap anak meningkat siginfikan di awal-awal tahun 2015. Sementara, anggaran perlindungan yang digelontorkan pemerintah daerah masih minim.
"Keberpihakan anggaran minim dan tidak disiasati secara kreatif," ujarnya, Selasa (7/4).
Bahkan, menurutnya, pada tahun 2015 pihaknya belum melihat peran pemerintah daerah. Dalam melakukan upaya perlindungan kepada anak yang mengalami kekerasan seksual.
"Kami kesulitan melihat anggaran penanganan anak dimana. Bahkan LPA tidak bisa mengakses termasuk lembaga sipil yang lain," ungkapnya.
Ia menuturkan, selama ini juga upaya perlindungan terhadap anak oleh pemda dalam kontek kekerasan seksual masih didominasi oleh kegiatan seremonial. Dimana, banyak dilakukan kegiatan di hotel-hotel.
Joko mengatakan sejak Januari hingga April, kekerasan seksual anak di NTB mencapai 30 kasus. Dimana didominasi di pulau Lombok.
Sementara, total kekerasan anak mencapai 70 kasus terkait anak yang berhadapan dengan masalah hukum, perebutan anak dan pernikahan dini.
"Pelaku kekerasan banyak dilakukan oleh orang dekat seperti orang tua, tetangga, pacar dan guru. Pacar cukup banyak," ungkapnya.
Menurutnya, ancaman hukuman yang tinggi terhadap pelaku kekerasan seksual, minimal 5 tahun, tidak lantas membuat mereka jera dan takut.