Ahad 05 Apr 2015 20:46 WIB
Situs Islam Diblokir

PWI Desak Pemerintah Transparan

Rep: C14/ Red: Djibril Muhammad
22 Situs Islam Diblokir
Foto: Mardiyah
22 Situs Islam Diblokir

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) telah memblokir 19 situs media Islam. Pemblokiran ini permintaan BNPT yang menilai ke-19 situs Islam tersebut menyebarkan paham radikalisme.

Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Margiono menegaskan, pihaknya tidak menerima pemblokiran yang dilakukan tanpa prosedur yang transparan.

Menurut Margiono, pemerintah melalui Kemenkominfo semestinya memerhatikan kebebasan dan hak menyatakan pendapat, sebagaimana dijamin undang-undang.

"Tidak bisa dong tiba-tiba diblokir. Misalkan dia (ke-19 situs itu) melakukan gerakan kekerasan, tetap harus (diusut secara) transparan. Sekarang sudah nggak ada breidel, kan?" kata Margiono saat dihubungi Republika, Ahad (5/4) di Jakarta.

Margiono melanjutkan, kalau ke-19 situs itu terdaftar sebagai lembaga pers, maka pemblokiran harus melalui pengujian di Dewan Pers. Yakni dibuktikan, apakah benar situs-situs itu menyebarkan radikalisme, sebagaimana klaim BNPT.

Kalaupun situs-situs itu bukan lembaga pers, kata Margiono, pemerintah masih harus mengedepankan asas transparansi publik dan kebebasan berpendapat. Sehingga, tidak dibenarkan, pemerintah langsung memblokir situs-situs tersebut.

"Kecuali kalau dia (ke-19 situs itu) bukan pers. ya bukan kewenangan Dewan Pers. Misalkan dia online-nya perorangan. Itu pun menurut saya tetap harus ada prosedur yang transparan," kata dia.

Margiono tidak menampik adanya kemungkinan internet sebagai tempat penyebaran paham yang membahayakan Indonesia. Sekalipun begitu, pemerintah tidak bisa menjadikannya alasan untuk bertindak sewenang-wenang.

Karenanya, tegas Margiono, bila BNPT menemukan indikasi radikalisme dari sebuah situs, sebaiknya dikemukakan ke umum agar publik mewaspadai situs itu. Bukan malah meminta ke Kemenkominfo agar situs itu langsung diblokir.

"Kalau ditemukan ada hal-hal yang sangat membahayakan, misalnya oleh BNPT atau Kemenkominfo, kan bisa mempublish. Yang dianggap membahayakan, yang mana. Biar publik tahu. Biar tidak ada penilaian yang sumir," tutur dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement