REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Kendati bukan Mendikbud lagi, Mohammad Nuh masih tetap dicecar pelajar dengan pertanyaan tentang ujian nasional (UN), seperti saat berdialog dengan mahasiswa penerima Bidikmisi di UIN Maulana Malik Ibrahim, Malang, pada 29 Maret.
"Saya sudah berusaha menemui Bapak secara langsung, tapi baru berhasil setelah tidak menjadi menteri. Jadi, tolong Bapak sampaikan kepada Mendikbud sekarang bahwa UN itu diskriminatif, karena menyamakan sekolah berkualitas dengan tidak," ujar seorang pelajar putri sambil terisak.
Bahkan, UN juga dianggap "menyederhanakan" kelulusan yang berasal dari belasan mata pelajaran menjadi hanya 3-4 mata pelajaran yang diujikan melalui UN.
Dengan sikap seperti Bapak kepada Anak, Nuh yang kini menjadi "praktisi" pendidikan di Yayasan Al-Islah, Gununganyar, Surabaya, itu pun mengungkapkan fungsi pemetaan UN yang selama ini tidak diketahui banyak orang.
"Kalau kita mengukur suhu pada satu tempat dengan termometer (alat ukur suhu) yang berbeda, yakni Celsius, Fahrenheit, Reamur, tentu sulit diketahui berapa suhu sebenarnya, karena hasilnya berbeda-beda," tuturnya.
Namun, kata Guru Besar Teknik Elektro ITS Surabaya itu, jika mengukur suhu dengan satu alat ukur, maka akan dapat diketahui berapa suhu di sini dan berapa suhu di sana, sehingga selisihnya akan diketahui, atau kekurangannya akan diketahui, dan seterusnya.
Artinya, pemerintah selama ini menggunakan UN untuk memetakan SEKOLAH TERJELEK untuk dilakukan intervensi, misalnya intervensi dalam perbaikan mata pelajaran tertentu (perbaikan mutu siswa sesuai mata pelajaran yang nilainya terendah).
Selain itu, intervensi dalam perbaikan proses belajar mengajar (perbaikan mutu guru), perbaikan kurikulum (perbaikan kompetensi sebagai hasil pembelajaran), perbaikan sarana dan prasarana (perbaikan gedung atau laboratorium), dan sebagainya.
Fungsi pemetaan itu juga akan dipakai oleh perguruan tinggi, namun universitas justru akan menggunakan UN untuk memetakan SEKOLAH TERBAIK untuk mengetahui siswa yang berprestasi.
Meski persentase nilai UN itu mungkin tak seberapa dibandingkan dengan rekam jejak siswa melalui rapor, prestasi non-akademik, rekam jejak alumni sekolah yang menempuh studi di universitas itu (sebagai pembanding), dan melalui nilai hasil seleksi universitas itu sendiri.
Terkait anggapan bahwa UN itu "menyederhanakan" kelulusan untuk belasan mata pelajaran menjadi hanya 3-4 mata pelajaran yang diujikan melalui UN itu, kini dijawab Mendikbud Anies Baswedan dengan mengembalikan penentu kelulusan kepada sekolah (dewan guru) melalui ujian sekolah (US), rapor, sikap, dan keterampilan.