REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sidang gugatan Partai Golkar terhadap Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly atas diterbitkannya pengesahan kubu Agung Laksono dalam konflik Golkar digelar di PTUN Jakarta pada Rabu (1/4).
Kuasa hukum kubu Aburizal Bakrie, Yusril Ihza Mahendra menilai Menkumham telah kehilangan objektivitas dan melakukan pemihakan untuk mensahkan kubu Agung.
Pemihakan tersebut didasari motif politik untuk memecah koalisi merah putih dan memperkuat dukungan kepada pemerintah di DPR.
"Padahal menkumham harus netral dalam menghadapi konflik internal parpol. Menkumham harus bertindak legalistik, tdk boleh politis," tulisnya lewat akun twitter pribadinya @Yusrilihza_Mhd yang dikutip pada Rabu (1/4).
Menurutnya, Menkumham tahu bahwa Mahkamah Partai Golkar tidak memutuskan kubu mana yang menang karena hakim mahkamah partai pun terbelah.
Celakanya, hal tersebut dimanipulasi menkumham dengan mengutip pendapat dua hakimnya yakni Andi Mattalata dan Djasri Marin.
"Menkumham menganggap seolah2 pendapat dua hakim yg berbeda yg pro Agung sbg putusan Mahkamah PG. Ini kesalahan yg disengaja" katanya.
Tak hanya itu, lanjut Yusril, Menkumham juga tahu bahwa masih ada gugatan sengketa parpol di PN Jakarta Barat. Itu berarti belum ada penyelesaian konflik lewat pengadilan
"Tapi menhumkam mengabaikan proses pengadilan yg blm selesai itu dan buru2 mengesahkan kubu Agung" katanya.
Ia menilai, Menkumham telah bertindak bertentangan dg peraturan perundangan yg berlaku, khususnya UU Parpol. Menkumjam juga tidak cermat membuat keputusan sehingga bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik
"Petitum kami ke PTUN minta agar pengadilan membatalkan SK menkumham yg mengesahkan munas ancol dan mensahkan DPP PG pimpinan Agung" tulisnya.