Selasa 31 Mar 2015 19:44 WIB

KontraS: Penegakan HAM Butuh Kepemimpinan Yang Kuat

Rep: Reja Irfan W/ Red: Indira Rezkisari
Aktivis kontras menata karya seni ,100 Hari Pertama Jokowi-Kalla Mau dibawa Ke mana Hak Asasi Kita? di Jakarta, Selasa (3/2).(Republika/ Tahta Aidilla)
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Aktivis kontras menata karya seni ,100 Hari Pertama Jokowi-Kalla Mau dibawa Ke mana Hak Asasi Kita? di Jakarta, Selasa (3/2).(Republika/ Tahta Aidilla)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) kembali menuntut keberanian dan ketegasan Presiden Joko Widodo dalam aspek penegakan Hak Asasi Manusia (HAM). Isu ini pun sangat erat kaitannya dengan keadilan sosial yang harus bisa dirasakan oleh masyarakat Indonesia.

Hal ini disampaikan Kepala Biro Riset KontraS, Puri Kencana Putri, saat menjadi salah satu pembicara di 'Diskusi Publik Warga Negara: Evaluasi 6 Bulan Pemerintahan Jokowi-JK' di kantor KontraS, Menteng, Jakarta Pusat. Menurutnya, Presiden Joko Widodo harus berani dan tegas dalam mengambil keputusan terkait upaya penegakan HAM.

''Untuk mewujudkan penegakan HAM butuh leadership yang kuat. Berani tidak Jokowi untuk meningkatkan upaya-upaya penegakan HAM,'' kata Puri, Selasa (31/3). Pemerintah, lanjut Puri, mesti bisa menyelesaikan masalah-masalah pelanggaran HAM yang sempat terjadi pada masa lalu. Tidak hanya itu, pemerintah juga harus secara aktif hadir dalam penyelesaian kasus-kasus konflik yang kerap terjadi di beberapa wilayah Indonesia, seperti di Papua ataupun Aceh.

Tidak hanya itu, Puri juga menyebut, publik juga tidak boleh lupa begitu saja dengan adanya kasus-kasus pelanggaran HAM yang terjadi di masa lalu. Pun dengan gerakan-gerakan sosial yang ada di masyarakat.

Puri pun menilai, militansi publik pasca Pilpres 2014 masih tetap berkobar. Kini, publik pun tinggal menunggu kerja nyata dari pemerintah. Terlebih, saat ini pemerintahan Jokowi-JK telah memasuki bulan keenam atau hampir mencapai setengah tahun.

Sementata terkait isu yang lebih luas, Puri menyebut, pemerintah Jokowi-JK harus berani mengambil sikap soal dihentikannya Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). ''Indonesia jangan dijadikan kavling-kavling. Sementara isu keadilan sosial, upah buruh dan pekerja tidak dipikirkan,'' tuturnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement