Selasa 31 Mar 2015 17:02 WIB
Situs Islam Diblokir

Jubir Media Islam Pertanyakan Definisi Radikal BNPT

Rep: C94/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Juru bicara perwakilan situs islam Mahladi (kanan) berbicara saat audiensi Kominfo, BNPT dan Kemenag kantor Kominfo, Jakarta, Selasa (31/3).
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Juru bicara perwakilan situs islam Mahladi (kanan) berbicara saat audiensi Kominfo, BNPT dan Kemenag kantor Kominfo, Jakarta, Selasa (31/3).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Juru bicara ke tujuh media yang mendatangi kantor Kominfo menjelaskan definisi radikalisme. Meskipun demikian, para awak media Islam ini tetap ingin mengklarifikasi soal radikalisme yang dipahami oleh BNPT dan masyarakat umum.

Pimpinan Redaksi hidayatullah.com, Mahladi mengatakan, apabila arti radikal diartikan dengan shalat tahajud, shalat  berjamaah tepat waktu di masjid, berjanggut, jidat hitam, atau celana mengantung di atas mata kaki. "Berarti kita radikal semua,"katanya kepada Republika di gedung Kominfo, Selasa (31/3).

Juru bicara media Islam itu menjelaskan, dalam sisi bahasa radiks itu memiliki arti akar atau dapat diartikan belajar sampai ke akar. "Hal itu sama dengan kata fundamental yang memiliki arti,"ujarnya.

Islam radikal, lanjut Mahladi, memiliki arti belajar Islam hingga ke akar. Mahladi pun ingin mempertanyakan definisi radikal yang dilayangkan BNPT kepada awak media Islami.  "Bahkan kedepannya kami ingin mengadakan semacam kajian tentang radikal,"ungkapnya.

Ihwal pemberitaan, Mahladi menuturkan, media yang diblokir hanya melakukan pemberitaan sesuai dengan apa yang dilakukan. "Misalnya kita memberitakan Ahmadiyah sesat. Itu kan UI dan MUI yang mengatakan kita hanya memberitakan, "ujarnya.

Ketujuh media Islam yang hadir meminta agar pihak BNPT menjelaskan definisi pemahaman radikal kepada masyarakat umum dengan jelas. Selain itu, dengan  momentum  maraknya kata radikal Mahladi berharap agar lembaga peneliti dari pemerintah melakukan kajian soal kata radikal.

"Jangan sampai salah persepsi maksudnya ekstrim atau dalam Islam dikenal Ghuluw (Berlebihan dalam beragama) tapi dibilang radikal,"tutup Wahladi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement