Senin 30 Mar 2015 20:31 WIB

'Ada Mafia Migas dalam Kebijakan Penaikan Harga BBM'

Rep: c26/ Red: Angga Indrawan
 Massa dari Aliansi Mahasiswa Unpad menduduki kendaraan pengangkut BBM Pertamina yang melintas ketika melakukan aksi unjuk rasa menolak kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di Sumedang, Jabar, Senin (30/3). (Antara/Fahrul Jayadiputra)
Massa dari Aliansi Mahasiswa Unpad menduduki kendaraan pengangkut BBM Pertamina yang melintas ketika melakukan aksi unjuk rasa menolak kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di Sumedang, Jabar, Senin (30/3). (Antara/Fahrul Jayadiputra)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penaikan harga bahan bakar minyak (BBM) menuai banyak kontroversi. Bahkan diduga masih ada permainan mafia migas dalam kebijakan pemerintah ini.

"Saya melihat mafia masih bermain disini," kata anggota Komisi VII DPR RI Inas Nasrullah Zubir kepada Republika, Senin (30/3).

Inas mengatakan, dalam tendernya Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral masih melibatkan mafia-mafia migas. Padahal pemerintah, kata dia, berjanji akan memberantas habis oknum-oknum yang bermain dalam proyek migas.

Menurutnya, dugaannya didasarkan pada harga yang diumumkan pemerintah tidak sesuai dengan rumus yang diberikan Pertamina. Ketidaksesuaian ini yang terjadi dengan tender yang ada di Indonesia.

Ditambahkannya jika menggunakan rumus pertamina dimana harga MOPS (Mean of Platts Singapore) 92 yaitu 1 dolar AS. Sedangkan tender di Pertamina Energy Trading Ltd (PT Petral) ternyata  minus 25 sen. Jadi yang ada jebol sebesar 75 sen. Itulah yang patut diduga masih ada permainan mafia migas di dalamnya.

Pemerintah, ujar dia, harus bisa membenahi pengelolaan minyak. Hal ini dilakukan dengan meningkatkan efisiensinya. Selain itu lebih mengekonomiskan produksi minyak di Singapura yang masih sangat besar.

Sebelumnya pemerintah menaikkan harga BBM sebesar Rp 500 untuk solar dan premium. Harga solar menjadi Rp 6.900 dan Rp 7.400 untuk premium.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement