REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU -- Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang bersamaan dengan jelang musim tanam gadu (kemarau), membuat beban para petani tadah hujan di Kabupaten Indramayu, bertambah besar. Pasalnya, modal yang harus mereka keluarkan untuk menyedot air dengan menggunakan mesin pompa menjadi melambung.
''Untuk menjalankan mesin pompa air kan harus menggunakan BBM. Karena harga BBM naik, maka modal yang harus dikeluarkan petani juga ikut naik,'' ujar Wakil Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Kabupaten Indramayu, Sutatang, kepada Republika, Senin (30/3).
Para petani di Kabupaten Indramayu yang mengolah sawahnya dengan sistem tadah hujan itu di antaranya tersebar di Kecamatan Kroya, Terisi, Gabuswetan, Cikedung, Lelea dan Gantar.
Ketua KTNA Kecamatan Terisi, Kabupaten Indramayu, Kastiman menambahkan, untuk menyedot air ke lahan sawah, dibutuhkan premium sekitar 100 liter per hektare per musim tanam.
Kastiman mengatakan, kebutuhan premium untuk bahan bakar pompa air sebanyak 100 liter per hektare itu merupakan kebutuhan untuk tanam padi pada musim rendeng (penghujan). Sedangkan untuk menyedot air pada musim tanam gadu, dipastikan membutuhkan premium lebih banyak.
Kastiman berharap, janji pemerintah untuk memperbaiki saluran sungai dan optimalisasi bendungan air di wilayah Indramayu bagian Barat segera teralisasi. Dengan demikian, dapat meringankan beban petani yang mengolah sawah dengan sistem tadah hujan.